Kamis 21 Aug 2014 23:03 WIB

Ini Penjelasan MK Soal Dalil Mobilisasi Pemilih di Jakarta

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva (tengah) didampingi Hakim MK Arief Hidayat dan Ahmad Fadlil Sumadi (kanan) memimpin sidang pembacaan putusan sengketa Pemilihan Presiden di Gedung MK, Jakarta, Kamis (21/8).
Foto: antara
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva (tengah) didampingi Hakim MK Arief Hidayat dan Ahmad Fadlil Sumadi (kanan) memimpin sidang pembacaan putusan sengketa Pemilihan Presiden di Gedung MK, Jakarta, Kamis (21/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim kontitusi menolak dalil permohonan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa terkait persoalan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) di Provinsi DKI Jakarta. Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim tidak melihat adanya mobilisasi pemilih melalui DPKTb tersebut.

"Menurut mahkamah, pemohon tidak memiliki cukup bukti yang meyakinkan bahwa pemilih yang tercantum dalam DPKTb DKI Jakarta tersebut memang diarahkan atau dimobilisasi atau setidak-tidaknya direkayasa oleh termohon (KPU) untuk memenangkan pihak terkait (Joko Widodo-Jusuf Kalla)," kata hakim konstitusi Aswanto saat membacakan pertimbangan putusan dalam persidangan di Mahkamah Kontitusi (MK), Kamis (21/8).

Aswanto mengatakan, mahkamah menilai pemilih yang menggunakan DPKTb tidak dapat diketahui menyalurkan suaranya untuk pasangan calon tertentu. Sehingga mahkamah menilai kedua pasangan calon memiliki peluang yang sama untuk dipilih dalam pemungutan suara. 

Berdasarkan data, pemilih DPKTb di Jakarta sebanyak 325.634. Sementara selisih suara menunjukkan 331.830 untuk keunggulan Jokowi-JK.

Prabowo-Hatta pun mendalilkan mengenai adanya pengguna hak pilih yang tidak sama dengan jumlah surat suara. Pun dengan jumlah suara sah dan tidak sah. 

Mahkamah menilai dalil tersebut tidak dapat dibuktikan hanya merugikan pasangan nomor urut satu. Pemohon pun dinilai tidak dapat memastikan perolehan suara apabila ketidaksesuaian itu tak terjadi.

"Pemohon juga tidak membuktikan bahwa ketidaksesuaian tersebut dilakukan secara sengaja atau sebagai suatu proses rekayasa untuk memenangkan pihak terkait," kata Aswanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement