Kamis 21 Aug 2014 17:31 WIB

Tim Hukum Prabowo Heran Soal Pertimbangan MK Terkait Kotak Suara

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
Sejumlah petugas kepolisian berjaga saat pengalihan arus lalulintas di Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Kamis (21/8). Pengalihan arus tersebut akibat massa pendukung tim Prabowo-hatta yang melakukan aksi unjuk rasa menjelang sidang putusan perselisihan ha
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Sejumlah petugas kepolisian berjaga saat pengalihan arus lalulintas di Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Kamis (21/8). Pengalihan arus tersebut akibat massa pendukung tim Prabowo-hatta yang melakukan aksi unjuk rasa menjelang sidang putusan perselisihan ha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mempertanyakan pertimbangan majelis hakim konstitusi terkait dalil pembukaan kotak suara.

Kuasa hukum pemohon menilai pembukaan kotak suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu ilegal sehingga dokumen yang diambil dari proses itu harus dianggap tidak sah.

Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan dalam sidang, Kamis (21/8) di Mahkamah Kontitusi (MK), majelis hakim menilai pembukaan kotak suara itu secara formal melanggar karena tidak didasarkan pada perintah pengadilan. 

Namun, hakim menilai pembukaan kotak suara itu untuk mendapatkan bukti dokumen dan dalam prosesnya dilakukan secara transparan. Jajaran KPU mengundang saksi kedua pasangan calon, pengawas pemilu, dan melibatkan aparat kepolisian. Sehingga mahkamah menilai perolehan bukti dapat dipertanggungjawabkan.

Salah satu kuasa hukum Prabowo-Hatta Didi Supriyanto mengatakan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan pembukaan kotak suara itu melanggar kode etik. Namun di mahkamah yang dinilai ternyata bukan perbuatan pembukaan kotak. 

"Yang dinilai adalah dokumen yang diambil dari kotak suara," kata dia, saat jeda sidang putusan di gedung MK.

Didi mengatakan, dokumen yang diambil melalui cara yang melanggar kode etik seharusnya dianggap tidak sah. Namun, ternyata majelis hakim mempunyai pandangan berbeda. 

"Mahkamah menganggap dokumen itu bisa diterima oleh mahkamah walau pun diambil secara salah, secara melanggar kode etik," ujar dia.

Menurut Didi, pertimbangan ini bertentangan dengan putusan DKPP. Ia pun heran dengan kondisi ini. 

"MK mempertimbangkan dokumen itu bisa diterima, ya itu kembali pada kewenangan mahkamah. Yang artinya mahkamah tidak konsisten, baik dengan keputusan DKPP maupun dengan kondisi riil yang kami ajukan bukti-bukti dalalm persidangan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement