Rabu 20 Aug 2014 19:19 WIB

Pakar Hukum: MK Sulit Kabulkan Gugatab Prabowo-Hatta

Red: M Akbar
 Ketua MK Hamdan Zoelva (kiri) bersama Sekjen MK Janedri M Gaffar memberikan keterangan kepada wartawan di gedung MK, Jakarta, Kamis (3/10).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Ketua MK Hamdan Zoelva (kiri) bersama Sekjen MK Janedri M Gaffar memberikan keterangan kepada wartawan di gedung MK, Jakarta, Kamis (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum dari Universitas Gajahmada (UGM) Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, memperkirakan Mahkamah Konstitusi (MK) sulit untuk mengabulkan gugatan dari pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa perihal sengketa pemilu presiden 2014.

"Saya melihat gugatan yang diajukan diajukan pasangan Prabowo-Hatta lemah dan saksi-saksi yang diajukan juga tidak banyak mendukung gugatan," kata Zainal Arifin Mochtar pada diskusi "Dialog Kenegaraan: Menanti Putusan Mahkamah Konstitusi" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (20/8).

Menurut Zainal, jika pasangan Prabowo-Hatta melakukan gugatan ke MK sasarannya ingin mengubah perhitungan suara yang dilakukan terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), sebaiknya gugatan yang diajukan berapa banyak suara yang diduga ada kecurangan.

Menyusul perbedaan perolehan suara antara pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan pasangan Prabowo-Hatta sekitar 8,4 juta suara, menurut Zainal, dugaan kecurangan tersebut hendaknya lebih dari separuh selisih suara tersebut, sehingga bernilai signifikan.

"Pasangan Prabowo-Hatta menilai pemilu presiden 2014 terjadi kecurangan TSM, tapi gugatannya tidak kuat," katanya.

Di sisi lain, Zainal Ariifin juga melihat, pemilu presiden 2014 diselenggarakan dengan dasar UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang sudah digunakan pada pemilu presiden 2009.

Pada UU tersebut, kata dia, ada beberapa hal yang sudah tidak relevan, tapi karena UU nya tidak direvisi sehingga tetap digunakan. "Karena itu, penyelenggaraan pemilu 2014, banyak terjadi kelemahan," katanya.

Aktivis anti korupsi dari Universitas Gajahmada tersebut menilai, penyelenggaraan pemilu di Indonesia memang selalu ada kelemahan, sehingga belum bisa diharapkan berjalan sempurna. Di sisi lain, Zainal Arifin juga mengimbau agar MK yang akan membuat putusan terhadap gugatan sengketa pemilu presiden, pada Kamis (21/8), tidak menafsirkan sengketa pemilu secara tunggal tapi didasarkan atas penjelasan hukum yang benar.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement