Jumat 25 Jul 2014 21:26 WIB

Prabowo-Hatta Resmi Ajukan Gugatan ke MK

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Didi Purwadi
Tim kuasa hukum Calon Presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendaftarkan gugatan sengketa pemilu presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (25/7) malam.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Tim kuasa hukum Calon Presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendaftarkan gugatan sengketa pemilu presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (25/7) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa resmi mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas hasil pemilihan presiden (2014). Mereka menolak penetapan hasil pilpres karena dinilai sarat kecurangan dan manipulasi.

Pengajuan gugatan dilayangkan oleh Tim Advokasi pasangan yang diusung Koalisi Merah Putih tersebut. Mereka adalah Didi Supriyanto, Firman Wijaya, Mahendra Data dan Habiburrahman.

Mereka mendatangi gedung MK sekitar pukul 17.30 WIB, kemudian memberikan berkas 4 jilid tebal ke bagian Penerimaan Perkara Konstitusi. Tepat pukul 20.00 WIB, berkas-berkas tersebut dicek di bagian Pengadministrasian Data Perkara untuk diperiksa kelengkapan administrasinya.

Tim Advokasi Prabowo-Hatta, Firman Wijaya, mengatakan gugatan ini dilayangkan bukan semata untuk mencari kemenangan dari kubu Prabowo-Hatta. Tetapi, kata dia, gugatan diajukan untuk mencari kebenaran dan keadilan atas proses yang pilpres secara umum.

Dia mengklaim proses pilpres 2014 ini penuh kecurangan dan ketidakadilan. "Kasus ini spektakuler karena ada penyimpangan yang mengarah kepada kejahatan," katanya di gedung MK, Jakarta, Jumat (25/7).

Anggota Tim Advokasi, Maqdir Ismail, mengatakan, dalam gugatan yang dilayangkan, ada dua poin yang diminta untuk dibatalkan. Yang pertama yakni hasil rekapitulasi suara yang dilakukan KPU. Yang kedua adalah keputusan KPU tentang penetapan pasangan calon nomor urut dua sebagai pemenang.

Dia beralasan banyaknya indikasi kecurangan dalam proses pilpres harus ditindaklanjuti. Seperti 52 ribu formulir C1 yang diduga tidak valid dimana itu melibatkan 21 juta pemilih. "Kita bukan mencari menang kalah, tapi ingin mencari kebenaran. Itu lebih penting dari persoalan kemenangan," ujar Maqdir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement