Kamis 24 Jul 2014 12:13 WIB

Jusuf Kalla Dinilai Sulit Lindungi Jokowi dari Intervensi Megawati

Megawati Soekarno Putri Bersama Joko Widodo
Foto: Antara
Megawati Soekarno Putri Bersama Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- calon wakil presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) dinilai sulit melindungi calon presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dari intervensi  Megawati Soekarnoputri ia sudah menjadi presiden nanti. Karena, JK yang sekarang dianggap berbeda dengan JK saat menjadi wakil presiden era 2004-2009 dulu.

"Saya khawatir belum bisa lepas dari pengaruh Megawati," kata Politikus PAN Taslim Chaniago saat dihubungi Republika, Rabu (24/7).

Indikatornya, lanjut Taslim, semua hal-hal penting selalu dilaporkan dan disampaikan oleh Jokowi dan JK di rumah Megawati. Bukannya ke kantor partai atau ke posko pemenangan mereka.

Hal tersebut menunjukkan betapa besarnya pengaruh Megawati di hadapan Jokowi. Selain itu, ia menilai JK juga bagian dari paket pasangan Jokowi-JK yang diusung PDIP. 

"Kalau seperti ini JK bisa lebih dominan terhadap Jokowi seperti pada saat ia menjadi wakil presiden SBY dulu. Di mana, pada waktu itu ia disebut-sebut sebagai the real president," kata Taslim.

Ada beberapa faktor yang menurut Taslim JK tak sama seperti saat menjadi wakil presiden dulu. Di antaranya, pengaruh JK yang dulu kuat disebabkan ia didukung oleh Partai Golkar.  Namun, JK sekarang akan sulit didukung oleh Partai Golkar. "Apalagi Golkar sekarang kan tidak mendukung Jokowi-JK," katanya.

Menurut Taslim, untuk mengurangi pengaruh Megawati itu, Jokowi mulai dari sekarang harus menunjukkan bahwa ia adalah petugas partai, sebagaimana pernah diucapkan oleh Megawati. Itu bisa dilakukan saat ia menyusun kabinet.

"Menyusun kabinet adalah haknya presiden. Jokowi harus mengutamakan kepentingan bangsa dari kepentingan partai," katanya.

Sementara itu, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi menilai bahwa penyebutan petugas partai oleh Megawati kepada Jokowi jelas menunjukkan bahwa itu adalah garis komando. Di mana, garis komando partai sulit untuk dibantah oleh Jokowi. "Jadi malah bisa yang jadi the real president adalah Megawati bukan Jokowi. Kalau tak bisa melepaskan diri dari ketergantungan Megawati, Jokowi bisa tergelincir," katanya.

Pangi melihat, Jokowi akan berbeda dengan SBY saat menjadi presiden. SBY saat menjadi presiden tak diatur oleh Partai Demokrat tetapi sebaliknya SBY yang mengatur Demokrat. 

"Itu karena saham terbesar Demokrat dimiliki oleh SBY. Sedangkan PDIP, saham terbesarnya dimiliki oleh Megawati," kata Pangi.

Sebelumnya, Megawati berpesan kepada Jokowi untuk tak melupakan perannya sebagai kader. "Saya pesan ke Pak Jokowi, sampeyan tak jadikan capres. Tapi jangan lupa ingat capresnya saja, Anda adalah petugas partai yang harus melaksanakan apa yang ditugaskan partai," ucap Mega dalam pidatonya saat deklarasi koalisi PDIP, Partai Nasdem, dan PKB di kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (14/5).

Namun, Megawati pernah meluruskan pernyataannya itu. Ia  mengatakan, dirinya memang pernah menyebut Jokowi sebagai petugas partai. Namun, hal itu dikarenakan memang Jokowi diangkat sebagai capres dari partainya untuk menjalankan amanah yang telah diberikan.

"Dalam black campaign disebut Jokowi nantinya jadi presiden boneka saya, karena saya sebut Pak Jokowi sebagai petugas partai. Hal itu karena memang demikian dalam partai kami. Di partai orang beda, ya tidak apa-apa," ujar Megawati saat memberikan sambutan di GOR Waringin, Jayapura, Papua, Kamis (5/6) seperti dikutip dalam sebuah pemberitaan media nasional.

Mega meluruskan istilah petugas partai. Menurutnya, istilah petugas partai itu karena memang Jokowi merupakan kader PDIP. Meski demikian, jika Jokowi menjadi presiden, bukan berarti dirinya bisa 'menyetir' Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement