Rabu 23 Jul 2014 01:42 WIB

Lima Cerminan Politik Atas Penolakan Prabowo

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Hazliansyah
Prabowo Capres Prabowo Subianto menyapa relawan saat akan meninggalkan rumah Polonia, Jakarta, Selasa (22/7).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Prabowo Capres Prabowo Subianto menyapa relawan saat akan meninggalkan rumah Polonia, Jakarta, Selasa (22/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Probowo yang menolak semua proses dan hasil pemilihan presiden menggambarkan kualitas pemimpin memaksakan kehendak. Hal ini menggambarkan Prabowo tidak patut dicontoh oleh rakyatnya.

"Proses politik yang telah dan sedang berlangsung terdelegitimasi oleh pemaksaan kehendak yang jauh dari ranah politik dan hukum," jelas Pakar politik Universitas Padjajaran, Muradi, kepada Republika, Rabu (23/7).

Dia menyatakan ada lima hal cerminan politik Prabowo atas pernyataannya tersebut. Pertama, politik primitif yang dipraktikkan menjadi cermin upaya melawan kehendak rakyat. Hal ini memanfaatkan demokrasi untuk menjadi penegas bahwa pidato penolakan tersebut jauh dari harapan publik untuk situasi dan kondisi Indonesia yang lebih baik.

Kedua, penolakan Prabowo atas hasil dan proses yang berlangsung juga mendelegitimasi penyelenggara pemilu. Prabowo kurang menghargai KPU, Bawaslu dan juga DKPP. Pada derajat politik yang lebih luas adalah juga mendelegitimasi penyelenggara negara, yakni: pemerintahan SBY.

Ketiga, penolakan atas proses dan hasil tersebut juga memberikan stimulasi ke publik dalam melihat pemimpin yang haus kekuasaan dengan yang ingin melayani publik.

Keempat, pembelahan publik atas dukungan yang diharapkan akan menjadi bumerang bagi Prabowo dan pendukungnya, mengingat pendulum politik yang diharapkannya justru menjauh dan menyisakan perpecahan di partai koalisi.

Kelima, karena proses politik yang ada telah terselenggara, tidak ada efek negatif dari hasil pilpres. Hasil pilpres dapat diketuk palu oleh KPU dengan berita acara yang disiapkan untuk yang menolak.

Sebagaimana diketahui uu no 42/2009 pasal 245 dan 246 hanya mengatur proses sebelum pencoblosan. Sehingga pemenang pilpres dapat diumumkan tanpa terganggu manuver politik yang dilakukan oleh capres lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement