Sabtu 12 Jul 2014 05:14 WIB

Jelang 22 Juli, Kubu Prabowo-Hatta Merasa Tekanan Meningkat

Petugas kepolisian mendatangi kantor Jaringan Suara Indonesia (JSI) yang dilempari Bom molotov meski bom tersebut tidak meledak di Jalan Warung Jati Timur, Jakarta Selatan, Jumat (11/7).
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Petugas kepolisian mendatangi kantor Jaringan Suara Indonesia (JSI) yang dilempari Bom molotov meski bom tersebut tidak meledak di Jalan Warung Jati Timur, Jakarta Selatan, Jumat (11/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa merasakan tekanan yang terus meningkat. Khususnya jelang penghitungan resmi oleh Komisi Pemiihan Umum (KPU) pada 22 Juli mendatang.

"Kantor lembaga survei JSI (Jaringan Suara Indonesia) dilempari bom molotov. Istri dan anak sejumlah tokoh pendukung Koalisi Merah Putih juga diteror," ujar penasehat Prabowo-Hatta, Letjen TNI Purn Suryo Prabowo dalam keterangannya, Sabtu (12/7).

Dia menjelaskan, teror tersebut mulai dari SMS bernada ancaman hingga percobaan pembunuhan. "Kebanyakan diancam menggunakan SMS tapi ada juga yang coba dibunuh dengan cara ditabrak. Mobilnya ringsek tapi orangnya selamat," tambah dia.

Ia pun menyayangkan cara-cara yang digunakan lawan untuk memenangkan pemilu. Bahkan, kembali mengesankan perilaku PKI.

"Prinsipnya sama, yaitu mengabaikan hukum, pengerahan massa dalam jumlah besar, teror hingga ancaman  pembunuhan," jelasnya.

Tak hanya itu, kata dia, kubu lawan juga dinilai telah menghina dan mencerca umat Islam yang ada di Koalisi Merah Putih. Yaitu, dengan tudingan tidak taat ibadah. 

"Sepertinya mereka sudah kehabisan isu untuk menyerang kami, hingga urusan ibadah orang pun dinilai mereka," ujar Suryo.

Selain itu, kata dia, ada juga pemaksaan terhadap terbentuknya opini publik agar salah satu capres-cawapres telah menjadi pemenang pilpres. "Lembaga survei mereka memonopoli kebenaran, memaksa penghitungan KPU sama dengan hitungan mereka," bebernya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement