Kamis 03 Jul 2014 13:51 WIB

Pengamat: Pemilik Media yang Berpolitik tak Berjiwa Negarawan

Rep: c30/ Red: Bilal Ramadhan
Seorang anggota kepolisian mengecek kerusakan yang terjadi di kantor Tv One Biro Yogyakarta, Rabu (2/7) malam.
Foto: antara
Seorang anggota kepolisian mengecek kerusakan yang terjadi di kantor Tv One Biro Yogyakarta, Rabu (2/7) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Media massa dijadikan alat oleh pemiliknya untuk ambisi politik pribadi secara berlebihan. Keadaan ini memicu terjadinya konflik horizontal di masyarakat akar rumput. Jika ini tidak dihentikan, pemilik media dinilai tidak dewasa dan bukan sosok yang negarawan.

Pengamat komunikasi politik Universitas Diponegoro Semarang Muhammad Yulianto mengatakan, aksi protes masyarakat dengan menyegel kantor pemberitaan TV One bukan sesuatu yang mengagetkan. Apa yang terjadi itu adalah akumulasi dari kekesalan masyarakat khususnya simpatisan dan kader karena merasa terus dipojokkan dengan pemberitaan yang tidak berimbang.

"Bukan tidak mungkin kejadian serupa juga akan terjadi di Metro TV dan MNC Group. Mereka (pemilik stasiun televisi) tidak ada kedewasaan dan kenegarawanannya," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (3/7).

Menurut Yulianto, media yang dimanfaatkan secara berlebihan untuk kepentingan politik telah meruntuhkan kewibawaan media sendiri sebagai pilar demokrasi. Independensi dan netralitas sebagai lembaga pengontrol telah hilang. Yang ada, katadia, justru saling serang dan menjelekkan kandidat capres-cawapres satu sama lain.

Seperti diketahui, pemilik TV One Aburizal Bakrie mendukung dan berkoalisi dengan Prabowo-Hatta. Di kubu koalisi Merah Putih ini juga ada pemilik MNC Group Hari Tanoe Sudibyo. Sedangkan pemilik Metro TV Surya Paloh bergabung dengan Jokowi-JK.

Yulianto menilai, aksi protes yang dilakukan kader dan simpatisan PDIP di Yogyakarta dan studio TV One di Jakarta merupakan sesuatu hal yang wajar. Sebab, dalam konteks ini PDIP seolah dipojokkan dengan pemberitaan TV One yang mengangkat isu sensitif yakni adanya komunis tanpa ada konfirmasi dari pihak PDIP.

Kejadian ini, kata dia, adalah refleksi kritis dan juga sebagai bentuk kritik tajam karena ketidaknetralan media. Sebagai pilar demokrasi, ruh media dinilai telah runtuh dan kehilangan wibawa. "Pelanggaran etika jurnalistiknya sudah parah," ujarnya.

Dia mengimbau, masyarakat umum untuk tidak mudah percaya terhadap opini yang dibentuk oleh media. Hal itu bisa dilihat dengan mudah dari konten pemberitaan. Keberimbangan pemberitaan, dan kepada siapa pemilik media itu berafiliasi dalam konteks pilpres ini. Masyarakat, kata dia, harus bisa membedakan mana yang media yang netral dan mana yang sudah terkooptasi kepentingan politik.

Seperti diketahui, Puluhan orang yang mengatasnamakan relawan pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) mendatangi Kantor TV One di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, Kamis (3/7) dini hari. Kedatangan mereka untuk melakukan protes atas pemberitaan yang menyebut Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) merupakan sarang komunis. Selain stasiun TV One di Jakarta, massa PDIP juga telah menduduki dan menyegel stasiun TV One yang ada di Yogyakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement