Rabu 02 Jul 2014 15:19 WIB

Polisi Dinilai Setengah Hati Tangani Kasus 'Obor Rakyat'

Rep: c30/ Red: Mansyur Faqih
Ribuan umat muslim mengikuti zikir akbar dilanjutkan dengan doa bersama di Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Ahad (6/4).
Foto: antara
Ribuan umat muslim mengikuti zikir akbar dilanjutkan dengan doa bersama di Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Ahad (6/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian dinilai lamban dan setengah hati dalam menangani kasus tabloid Obor Rakyat. Sampai saat ini belum ada perkembangan yang signifikan terhadap kasus tersebut. 

Padahal, laporan sudah dilayangkan dua pekan lebih. "Polisi ini lama sekali dan terkesan setengah hati menangani kasus ini," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane saat dihubungi, Rabu (2/7).

Menurut Neta, penanganan kasus tabloid Obor Rakyat harus benar-benar cepat dan terbuka. Sebab, kasus ini menyangkut pilpres dengan isu yang sensitif dan menimbulkan potensi konflik horizontal. 

Jangan sampai karena penanganan yang berlarut-larut, timbul anggapan kalau polisi berpihak kepada capres tertentu.

Neta mengatakan, dalam kasus tabloid Obor Rakyat, polisi sebenarnya tidak terlalu susah untuk mengungkapnya. Isi dari tabloid yang menyudutkan salah satu capres dengan tidak didukung fakta yang kuat merupakan sebuah bentuk fitnah. 

Apalagi dengan mengangkat isu SARA. Hal itu sudah bisa dimasukkan dalam kategori tindak pidana. "Alamat dalam tabloid itu saja tidak jelas, artinya indikasi memecah belah umat dan berpotensi menimbulkan konflik. Itu poinnya," ujarnya.

Dengan adanya tabloid ini, kata Neta, yang dikhawatirkan bukan menang atau kalah salah satu kandidat dalam kontestasi pilpres. Tetapi yang jauh lebih berbahaya dan harus diantisipasi adalah terjadinya konflik di masyarakat bawah atau sesama pendukung. Jika kasus ini tidak segera diungkap dan diselesaikan berarti polisi melakukan pembiaran.

Neta melanjutkan, indikasi pembiaran itu terlihat sejak sekarang. Dibiarkannya tabloid Obor Rakyat edisi ke tiga adalah parameternya. 

Padahal, kata dia, sudah ada laporan masuk ke polisi sebelum tabloid edisi ke tiga itu beredar. "Harusnya disita itu. Sebab isinya SARA semua. Bisa konflik horizontal di bawah," katanya.

Dia menambahkan, laporan dari beberapa kelompok ke kepolisian yang menyebutkan nama Muhammad Reza Chalid sebagai penyandang dana Obor Rakyat memang harus diteliti lebih dalam. Tetap hal itu bisa dijadikan petunjuk untuk mengungkap siapa kekuatan besar yang ada di balik penerbitan tabloid tersebut.

"Tetapi yang terpenting, sebelum pilpres 9 Juli polisi sudah harus menunjukkan perkembangan yang signifikan dan disampaikan ke masyarakat," ujarnya.

Sebelumnya, sebanyak lima aliansi yang tergabung dalam relawan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) mendatangi Bareskrim Mabes Polri untuk mempertanyakan kasus tabloid Obor Rakyat. Mereka yakni Aliansi Nasionalis Nahdiyin (ANN), Sahabat Nusantara, Laskar Rakyat Jokowi (LRJ), Gerakan Kebangsaan (Gerbang), dan Forum Alumni UI Jakarta.

Ketua Laskar Rakyat Jokowi (LRJ), Riano Oscha, mengatakan kasus tabloid Obor Rakyat sudah membuat keresahan nasional yang akan mengakibatkan konflik horizontal di tengah masyarakat. Namun, laporan yang diajukan sejak 16 Juni 2014 belum menemukan titik terang. 

"Penyandang dananya importer minyak Muhammad Reza Chalid dan inisiatornya merupakan asisten staf khusus kepresidenan Muchlis Hasyim," katanya.

Menurut Riano, Reza Chalid sangat dekat dengan Hatta Rajasa yang merupakan besan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Kalau kasus ini larut bukan tidak mungkin ada pembiaran presiden dan Polri yang mengarah kepada perpecahan bangsa," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement