Jumat 20 Jun 2014 22:46 WIB

FPOR Bela Obor Rakyat

Rep: Muhammad Subarkah/ Red: Mansyur Faqih
Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak (kanan) dan Nasrullah (tengah) menunjukkan tabloid Obor Rakyat yang diduga melanggar aturan kampanye pilpres di Kantor Badan Pengawas Pemilu, Jakarta, Rabu (4/6).
Foto: antara
Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak (kanan) dan Nasrullah (tengah) menunjukkan tabloid Obor Rakyat yang diduga melanggar aturan kampanye pilpres di Kantor Badan Pengawas Pemilu, Jakarta, Rabu (4/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah kelompok masyarakat menyatakan pemberitaan yang ditulis tabloid 'Obor Rakyat' tidak menjadi masalah. Bahkan konten yang menyudutkan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dianggap bukan kampanye hitam. Melainkan hanya kampanye negatif saja.

"Banyak informasi di tabloid itu yang kami anggap benar. Salah satu contohnya adalah adanya fakta bahwa Joko Widodo tidak amanah karena melanggar sumpahnya yang akan memimpin DKI Jakarta sampai lima tahun, jelas tidak terbantahkan," kata juru bicara Front Peduli Obor Rakyat (FPOR), Edi Mulyadi di Jakarta, Jumat (20/6).

Edy mengatakan, proses pilpres 2014 membuka mata masyarakat. Yaitu, ada sebagian orang yang mengklaim diri sebagi pejuang kebebasan berpendapat dan penyokong kebebasan pers. 

Padahal, katanya, mereka telah menerapkan standar ganda. "Mereka hanya akan menyokong kebebasan pers dan berpendapat bila hal itu menguntungkan diri dan kelompoknya saja," kata Edy.

Bahkan, lanjutnya, mereka tak segan memperkarakan dan berusaha memenjarakan insan pers. Yaitu, saat kebebasan pers dan berpendapat itu berseberangan dan merugikan kepentingannya. 

"Itulah yang kini mereka lakukan terhadap para pengelola tabloid Obor Rakyat," ucapnya.

Menurutnya, kampanye hitam berbeda dengan kampanye negatif. Kampanye hitam jika konten yang disiarkan tidak terbukti kebenarannya atau fitnah belaka. Sedangkan kampanye negatif yaitu jika substansi materinya berisi kebenaran.

Ia menilai, apa yang dilakukan Obor Rakyat adalah kampanye negatif. Karena, apa yang disampaikan merupakan delik materiil. Sehingga perlu adanya pembuktian apakah perbuatan yang dipersangkakan tersebut telah menimbulkan dampak atau tidak. 

"Bukan dan jangan menjadi delik formal, yakni jenis delik di mana suatu tindakan yang melanggar ketentuan undang-undang dianggap sudah selesai dengan dilakukannya perbuatan tersebut. Harus ada pembuktian apakah memang benar apa yang disampaikan Obor Rakyat itu tindakan yang telah menimbulkan rasa permusuhan, kebencian, dan penghinaan atau atau tidak," kata Alfian Tanjung yang mengaku mewakili organisasi massa Taruna Muslim Indonesia.

Karena keprihatinan itu, FPOR menuntut pasangan Jokowi-JK untuk lebih bersikap terbuka dan lapang dada. Serta mencerminkan sikap kenegarawanan dalam menyikapi apa yang disampaikan 'Obor Rakyat'. 

"Antikritik dan masukan sama sekali bukanlah sikap seorang negarawan," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement