Kamis 10 Jul 2014 19:59 WIB

Lembaga Survei Ditantang Buka-Bukaan

Rep: C87/ Red: Citra Listya Rini
Hasil hitung cepat (quick count) Radio Republik Indonesia (RRI).
Foto: Republika/Erik Purnama Putra
Hasil hitung cepat (quick count) Radio Republik Indonesia (RRI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga survei yang melakukan hitung cepat atau quick count Pilpres 2014 ditantang untuk buka-bukaan data forensik dalam proses penghitungan cepat. Hal itu untuk membuktikan validitas hasil quick count yang menunjukkan hasil berbeda.

Diketahui hasil hitung cepat tujuh lembaga survei memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dalam Pilpres 9 Juli 2014 dengan selisih tipis rata-rata sekitar lima persen. Sedangkan empat lembaga survei memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan selisih lebih tipis antara 2-5 persen.

Sedianya quick count dibuat untuk mengawal demokrasi, dan untuk menjaga supaya tidak terjadi penggelembungan suara. “Sekarang tidak ada jalan lain kita buka-bukaan, keluarkan data forensik di meja kita bedah semuanya. Tidak usah berdebat metodologi macam-macam,” kata Direktur Eksekutif Cyrus Network, Hasan Nasby di Jakarta, Kamis (10/7).

Hasan mengatakan untuk menyelidiki apakah sebuah lembaga survey atau polster itu bikin quick count audit forensiknya sangat mudah. Menurutnya ada banyak rangkaian kegiata, pertama, pencuplikan tempat pemungutan suara (TPS).  

Kalau ada 2.000 TPS berarti lembaga survei tersebut punya database 2.000 nama orang dengan nomor handphone dan di mana ditempatkan di TPS. “Kredibilitas lembaga survei terancam karena perbedaan hasil kesimpulan. Kalau perbedaan angka tidak masalah tapi perbedaan kesimpulan itu pasti ada masalah,” katanya.

Hasan mengatakan angka masuk itu tidak 100 persen sekali datang dan tidak mungkin di hari yang sama 100% masuk. Ketika satu persen masuk, lanjutnya, ada timeline grafik kira-kira posisi Prabowo berapa dan posisi Jokowi berapa. Grafik tersebut akan menunjukkan data yang masuk per menit bahkan per detik dan tidak bisa diotak atik. 

“Ini per waktu ada jejaknya, ketika data masuk satu persen sampai 100 persen. Kalau semua tahapan ini sudah terkonfirmasi, setelah angkanya benar baru kita berdebat soal distribusi pencuplikan, sampling. Kalau soal metodologi itu seperti hafalan sholat, semua orang bisa ngomong soal metodologi,” kata Hasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement