Jumat 11 Apr 2014 18:30 WIB

Partai Aceh Klaim Raih Kemenangan 70 Persen Suara

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Muhammad Hafil
Massa pendukung Partai Aceh (PA) berkonvoi menuju kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Utara di Kota Lhokseumawe, Aceh, Kamis (19/1).
Foto: Antara/Rahmad
Massa pendukung Partai Aceh (PA) berkonvoi menuju kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Utara di Kota Lhokseumawe, Aceh, Kamis (19/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH-Partai Aceh (PA) mengklaim untuk sementara meraih suara terbanyak untuk kursi Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam pemilu legislatif (pileg) 2014.

Hal ini didasarkan perhitungan cepat yang dilakukan Desk Pemenangan Pemilu PA dengan perhitungan suara sementara, PA meraih kemenangan telak sebesar 70 persen dari 97.668 suara yang masuk. ''Ini sedikit lagi akan mencapai target yang dicanangkan PA yakni meraih lebih 80 persen suara,'' kata Ketua Departeman Publikasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PA, Nurlis E Meuko di Banda Aceh, Jumat (11/4).

''PA mendulang suara terbanyak di kawasan pesisir Aceh Utara, Aceh Timur dan sebagian Aceh Barat,'' ungkap Nurlis yang menekankan bahwa kemenangan PA merupakan kemenangan seluruh rakyat Aceh. ''Kami mengajak seluruh rakyat Aceh bersatu kembali untuk bersama-sama membangun Aceh,'' imbuhnya yang menurutnya, dengan kemenangan PA yang cukup dominan akan membuat roda pemerintahan berjalan efektif. 

PA adalah partai lokal yang didirikan para pimpinan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) usai kesepakatan damai Helsinki, pada 2005 lalu dan PA selalu tampil sebagai pemenang pada pemilu di Aceh, bahkan PA juga mendominasi kemenangan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) di beberapa daerah dan juga berhasil menang di Pilkada Provinsi Aceh. Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh saat ini, Zaini Abdullah-Muzakir Manaf merupakan Ketua Dewan Penasehat dan Ketua Umum PA.

Jika dominasi PA di parlemen besar dikhawatirkan banyak pihak demokrasi politik tidak berjalan sebagaimana mestinya karena akan terjadi dominasi mayoritas terhadap minoritas. ''Tentu itu tidak baik bagi demokrasi,'' terang pengamat politik dari The Aceh Institute, Aryos Nivada.

Pengajar dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ini mengatakan dengan suara mayoritas akan membuat partai-partai lain tidak berani melakukan upaya penyeimbangan atau fungsi konrol sehingga yang terjadi adalah kebijakan yang monoton.

''Saya berharap wakil partai diluar PA yang mendapatkan kursi di DPRK dan DPRA dapat melakukan fungsi kontrol yang maksimal sehingga dapat mencegah terjadinya penyelewengan terutama dalam soal anggaran,'' harap Aryos. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement