Jumat 11 Apr 2014 02:20 WIB

Banyak Penyelenggara Pemilu di Aceh Tak Netral

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Mansyur Faqih
 Seorang bapak sedang melihat contoh kertas suara parpol yang ditempel di TPS kawasan Blang Cut, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Rabu(9/4). (Republika/Rusdy Nurdiansyah)
Seorang bapak sedang melihat contoh kertas suara parpol yang ditempel di TPS kawasan Blang Cut, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Rabu(9/4). (Republika/Rusdy Nurdiansyah)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Aceh, Asqalani mengatakan banyak penyelenggara pemilu yang tidak netral. Terutama pada hari pemungutan suara, Rabu 9 April. Ketidaknetralan penyelenggara pemilu mulai dari sebagian pengurus Komite Independen Pemilihan (KIP) Aceh, KIP Kabupaten/Kota hingga tingkat Panitia Penyelenggara Kecamatan (PPK) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

"Tidak netralnya penyelenggara pemilu terjadi hampir di semua daerah di Aceh," kata Asqalani di kantor Bawaslu Aceh, Kamis (10/4) malam.

Asqalani menyatakan, baru menerima laporan dari 13 kabupaten/kota. Sedangkan 10 daerah lainnya masih menyusul. "Kami mencatat setidaknya terjadi 34 pelanggaran pemilu selama hari pencoblosan 9 April 2014," terangnya.

Ia memberikan beberapa contoh keberpihakan penyelenggara pemilu di tingkat KPPS terdapat di desa Lamteuba kecamatan Seulimum, kabupaten Aceh Besar. Di tempat itu, pengurus partai lokal tertentu mengarahkan KPPS untuk memenangkan salah seorang caleg dari partai lokal. 

KPPS terpaksa melakukan arahan dari pengurus partai lokal tersebut karena berada di bawah ancaman. Saat ini panwas Aceh Besar sedang melakukan klarifikasi kepada KPPS setempat setelah menerima laporan tersebut dari Panitia Penyelengara Lapangan (PPL).

Asqalani mengungkapkan, tidak netralnya penyelenggara juga ditemukan di Kabupaten Bireun tepatnya di Cot Kuta, kecamatan Kuala, kabupaten Bireun. Di situ, ketua KPPS setempat diduga melakukan pencoblosan tiga lembar surat suara calon DPD.

Tidak netralnya penyelenggara juga ditemukan di Aceh Utara dan Aceh Tengah. "Kami menemukan adanya pengurus partai lokal yang mencoba mengarahkan KPPS untuk memenangkan partai lokal tertentu," ungkap Asqalani.

Pelanggaran lain yang ditemukan adalah telatnya pembukaan Tempat pemungutan Suara (TPS) dan penghitungan suara. :Kita dapati laporan ada TPS yang buka jam 8 pagi bahkan jam 9, padahal aturannya sudah harus dibuka jam 7 pagi," tuturnya.

Selain itu Asqalani juga menemukan masih banyak atribut kampanye hingga hari pemungutan suara pada 9 April. "Kami mencatat ribuan atribut alat peraga kampanye (APK) masih bertebaran di perkampungan penduduk, terutama APK dari salah satu partai lokal dan hal itu sangat mengganggu konsentrasi pemilih," pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement