Selasa 01 Apr 2014 01:38 WIB

Pemilihan Awal Tak Mampu Genjot Partisipasi Pemilih di Luar Negeri

Rep: ira sasmita/ Red: Muhammad Hafil
  Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik (kanan) menyerahkan secara simbolik surat suara untuk dikirim ke panitia pemungutan luar negeri (PPLN) di Jakarta, Rabu (12/2).  (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik (kanan) menyerahkan secara simbolik surat suara untuk dikirim ke panitia pemungutan luar negeri (PPLN) di Jakarta, Rabu (12/2). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Migrant Care menyatakan pemilihan legislatif pendahuluan yang dilangsungkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Hong Kong, Ahad (30/3) kemarin belum mampu menggenjot partisipasi pemilih. Dari total daftar pemilih tetap luar negeri (DPTLN) Hong Kong yang mencapai 117.065, yang tercatat memberikan hak pilihnya hanya sekitar 7.000 orang.

"Antusiasme buruh migran cukup tinggi, tapi itu belum berbanding lurus dengan hasil pemilu pendahuluan (early voting) kemarin. Hanya 7.000 orang yang memilih, dan 4.000 di antaranya tidak terdaftar dalam DPTLN," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah yang melakukan pemantauan langsung di Hong Kong, Senin (31/3).

Anis mengatakan, pemilihan awal merupakan inisiatif KPU untuk meningkatkan partisipasi pemilih di luar negeri yang selama ini tercatat rendah. Pada pemilu 2009, partisipasi pemilih masih berkisar di angka 22 persen atau sekitar 324.868 suara. Dari total DPTLN yang berjumlah 1.475.847 jiwa.

Pada pileg 2014 ini, KPU sengaja memilih hari libur WNI di luar negeri sebagai hari pemungutan suara. Jumlah WNI di Hong Kong yang cukup besar, membuat KPU melakukan upaya inovatif lain. Dengan menyelenggarakan pemilu di area terbuka, yakni di Victori Park. Dari 117.065 DPTLN Hongkong, sebanyak 102.265 tercatat akan memberikan hak pilihnya di taman yang terletak di jantung kota tersebut. Sementara sisanya memilih lewat pos.

Hanya saja, lanjut Anis, upaya KPU tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan. Migrant Care mencatat, masih banyak buruh migran Indonesia yang belum terdaftar sebagai pemilih. Padahal mereka sudah berdomisili di Hong Kong selama lima hingga 10 tahun. 

Dalam DPTLN yang sudah disahkan KPU tersebut, menuurt Anis masih banyak terdapat data pemilih ganda. Pemilih yang sudah terdaftar dalam DPTLN,juga masih banyak yang tercatat salah secara administrasi. 

"Banyak yang telah terdaftar, tetapi masih ada ketidaksesuaian data dengan DPT yang ada di meja registrasi Panitia Pemilih Luar Negeri (PPLN) di Hong Kong," ujarnya.

Artinya, kata Anis, terdapat persoalan serius menyangkut DPTLN yang dikeluarkan KPU. Setelah tempat pemungutan suara luar negeri (TPSLN) ditutup, hanya tercatat sekitar 7.000 pemilih yang menggunakan suaranya. Dari angka tersbeut, hanya 3.000 orang yang terdaftar dalam DPTLN. Sementara sisanya tidak terdaftar sama sekali.

"Artinya, pemilih yang ada dalam DPT jauh lebih kecil. Kondisi ini menandai bahwa mekanisme pemilihan langsung di area publik belum bisa berjalan efektif dan belum dapat meningkatkan partisipasi buruh migran secara signifikan," jelas Anis.

Kondisi tersebut juga membuat validitas DPTLN Hong Kong yang mencapai 117.065 dipertanyakan.  Pantauan Migrant Care, ujar Anis, sisa logistik Pemilu berupa surat suara masih sangat besar jumlahnya. Sehingga harus dipastikan tidak ada penyalahgunaan untuk kepentingan penggelembungan suara.

"Harus dipastikan sisa surat suara yang sangat banyak itu tidak digelembungkan atau disalahgunakan," kata dia.

Karena itu, menurut Anis, KPU harus segera melakukan validasi terhadap DPTLN Hong Kong. Sehingga pada pemilihan presiden yang dijadwalkan paad 9 Juli mendatang DPTLN Hong Kong benar-benar valid dan tidak bermasalah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement