Kamis 27 Mar 2014 08:50 WIB

Menyorot Caleg Perempuan Berkualitas

Rep: erik purnama putra/ Red: Muhammad Hafil
Pendidikan Caleg
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Pendidikan Caleg

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

 

Aben dan empat kawannya tertawa terbahak-bahak ketika sedang menikmati malam di gerai Seven Eleven di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Namun tidak perlu kaget, di sela-sela obrolan remaja yang masih berstatus siswa SMA tersebut, tersedia minuman bir di meja.  Tanpa risih, mereka bergantian menengak minuman yang mengandung alkohol itu. “Ini sudah biasa,” kata mereka belum lama ini.

Jenis minuman keras (miras) ini memang mudah didapat di Seven Eleven. Cukup mengeluarkan uang belasan ribu rupiah, sebotol bir ukuran sedang sudah bisa ditebus. Tidak ada aturan khusus yang melarang remaja untuk membeli minuman beralkohol. Semua pasti dilayani penjaga gerai. 

GM Marketing and Public Relation Seven Eleven Neneng Mulyati mengatakan, jaringan tokonya memang menjual miras berbagai merek. Namun, jenis yang dijual memiliki kadar alkohol tidak melebihi lima persen. “Penjualan minuman beralkohol yang diperbolehkan untuk dijual tanpa izin khusus sesuai peraturan adalah minuman beralkohol maksimal lima persen,” ujar Neneng.

 Semakin mudahnya akses remaja untuk mendapat miras memang membuat miris. Apalagi, belum ada aturan tegas untuk melokalisasi penjualannya. Pun dengan pembeli yang semua umur bisa bebas mendapatkan miras. Hal itu membuat miras bisa diminum siapa saja, asalkan memiliki uang. 

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2013 melansir, sebanyak 83,1 persen pria usia muda sudah bersentuhan dengan miras, diikuti 10,7 persen wanita muda juga pernah menikmati sensasi miras. Artinya, setidaknya 93 persen generasi muda sudah mencicipi ‘barang berbahaya’ itu. Disebut berbahaya lantaran sekitar 18 ribu korban jatuh setiap tahun akibat persoalan miras. 

Menurut survei secara online yang digagas Gerakan Anti Miras (GeNAM), setidaknya 95 persen dari 1.000 responden lebih menganggap minuman beralkohol dijual sangat bebasnya di minimarket dan warung di Jakarta. Selain itu, 93 persen responden yang warga DKI Jakarta, pernah melihat remaja dengan mudahnya membeli dan mengonsumsi miras. Kondisi ini membuat 89 persen responden menilai remaja di Ibu Kota harus dilindungi dari darurat miras.

 

Peduli miras

Fenomena begitu bebasnya penjualan miras di Indonesia, khususnya Jakarta jarang diangkat ke publik. Momen Pemilihan Legislatif (Pileg) 9 April mendatang, juga tidak membuat para calon legislatif (caleg) tergerak menyinggung isu itu. Di antara sedikit caleg yang peduli dengan permasalahan generasi muda itu adalah Fahira Idris. 

Caleg Dewan Pimpinan Daerah (DPD) nomor urut 11 ini terus menyuarakan persoalan miras dalam setiap kesempatan. Begitu pula ketika kampanye resmi di depan ribuan pendukungnya di GOR Remaja, Jakarta, Rabu (19/3), Fahira masih menyinggung betapa bahayanya penjualan miras yang tidak dibatasi.

Dia merasa miris calon pemimpin masa depan bangsa malah terlena dengan kenikmatan semu dari miras. “Jika saya dipercaya masyarakat Jakarta menjadi anggota DPD, saya akan perjuangkan Jakarta menjadi kota layak anak,” kata Wanita Inspiratif & Informatif di Twitter versi Fimela.com. 

Kepedulian Fahira terhadap persoalan miras tidak perlu diragukan lagi. Berbagai langkah ditempuhnya demi meminimalisasi ganasnya efek negatif miras. Selain peraturannya yang lembek, jarang sekali menemukan pihak berwenang menindak tegas penjual miras. Kritik terhadap Presiden SBY juga telah dilakukannya. 

Sayangnya, tidak ada langkah konkret dari pemerintah pusat maupun daerah untuk membatasi penjualan miras. Karena itu, ia berjanji bakal mendorong pihak legeslatif dan eksekutif untuk membuat Perda Antimiras, yang sudah mendesak diterapkan. 

Langkah antisipatif juga ditempuhnya. Melalui GeNAM, ia fokus membekali pemuda berusia di bawah 21 tahun agar terhindar miras. Selain edukasi dan sosialisasi, pengadaan training for trainers juga dilakukan di berbagai daerah. 

Program ini diharapkan mampu mencetak trainer sebaya yang mengajak keluarga dan lingkungannya menjauhi miras. “Kalau memberitahu yang sudah kecanduan alkohol susah. Jadi, diedukasi yang belum kecanduan saja,” kata peraih The Most Inspiring Twitter 2010 ini. 

Yang tidak kalah penting, lanjut Fahira, di Jakarta harus ada aturan tegas yang melarang anak-anak membeli apalagi mengonsumsi rokok dan minuman keras. Dia merasa miris melihat fenomena yang terjadi sekarang, ketika anak SMP, bahkan SD sudah bebas membeli rokok dan minuman keras.

 

Kota Layak Anak

Salah satu isu yang digaungkan Fahira juga masih terkait dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Ketua Harian Persatuan Menembak dan Berburu Indonesia (Perbakin) DKI Jakarta ini menyoroti pembangunan yang belum mengakomodasi taman bermain anak-anak. 

Jakarta, kata dia, memang sudah memiliki Perda 8/2011 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak Kekerasan. Hanya saja, bagaimana aksi dan inovasi dari Perda itu harus diaplikasikan agar Ibu Kota bisa menyandang Kota Layak Anak. Pasalnya, Indonesia masih belum memiliki kota atau kabupaten yang menyandang status Kota Layak Anak (KLA). Semua daerah statusnya masih menuju KLA. 

“Saya punya target menjadikan Jakarta sebagai kota pertama yang menyandang itu. Memang aktor utama untuk merealiasikan ini adalah Pemprov DKI, tetapi DPD harus rewel mendorong KLA di Jakarta,” kata Fahira. 

Target yang ingin diwujudkan Fahira adalah, anak-anak di Jakarta dilibatkan dalam setiap kebijakan. Pasalnya, menurut ketua Yayasan Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri ini, anak-anak punya hak menentukan wajah kota tempat mereka tinggal. Salah satu ciri kota layak anak adalah banyak terdapat ruang terbuka hijau untuk bermain anak-anak. 

Tidak seperti sekarang ini, setiap penyusunan perda atau regulasi lain tidak memperhatikan kebutuhan anak-anak. Padahal, keberlanjutan Jakarta pada masa akan datang akan ditentukan dengan tumbuh kembangnya anak-anak era sekarang. “Di Jakarta ini gudangnya perusahaan-perusahaan besar. Sudah saatnya program tanggung jawab sosial mereka diarahkan untuk memperbanyak ruang terbuka hijau,” katanya.

 

Caleg perempuan berkualitas

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA), Linda Amalia Sari Gumelar menginginkan caleg perempuan untuk bisa mewarnai DPR kalau terpilih. Dia berharap, caleg perempuan bisa memberi arti akan hadirnya mereka di Senayan. Karena itu, ia mendukung penuh caleg perempuan yang tengah berjuang mendapatkan kursi di Pileg pada 9 April mendatang. 

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menghasilkan caleg perempuan berkualitas adalah dengan memberi pembekalan kepada mereka. Dia menginginkan agar caleg perempuan sekitar 30 persen dalam daftar calon tetap (DCT) dapat terus menyuarakan isu pemberdayaan kaumnya, kesetaraan gender, serta perhatian terhadap tumbuh dan kembangnya anak. 

“Isu ini sangat menarik dan alasannya sangat kuat untuk diangkat. Kami mendukung penuh perempuan untuk duduk di legislatif demi memperjuangkan pemberdayaan kaumnya,” kata Linda. 

Menurut dia, bangsa yang kuat memerlukan kehadiran perempuan di berbagai bidang. Pun di dunia politik perlu dengan peranan perempuan. Karena itu, ia meminta semua elemen masyarakat untuk mengapresiasi caleg perempuan yang berani menyuarakan isu-isu tertentu. Hal itu demi kebaikan kaum perempuan sendiri. 

“Kita mendorong mereka untuk lebih paham dan menyuarakan berupa pemahaman tentang isu tumbuh kembang anak atau kesehatan bagi ibu dan anak.,” kata Linda. 

Dia mengimbau kepada pemimpin parpol untuk senantiasa terbuka dengan kehadiran caleg perempuan. Jangan sampai muncul dikotomi caleg perempuan belum tentu heban dibandingkan laki-laki. “Lagipula, belum tentu semua caleg laki-laki berkualitas.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement