Rabu 26 Mar 2014 19:30 WIB

KPU Tutup Kemungkinan Jual Beli Suara Antar Caleg

Rep: ira sasmita/ Red: Muhammad Hafil
Petugas Logistik KPU Kota Yogyakarta menunjukkan surat suara yang rusak di Gudang Pengelolaan Logistik Pemilu Kota Yogyakarta, Jumat (7/3).
Foto: Antara/Noveradika
Petugas Logistik KPU Kota Yogyakarta menunjukkan surat suara yang rusak di Gudang Pengelolaan Logistik Pemilu Kota Yogyakarta, Jumat (7/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menutup kemungkinan terjadinya jual beli suara antar caleg dalam partai politik di daerah pemilihan yang sama. Praktik tersebut marak terjadi pada pemilu periode sebelumnya karena perolehan kursi caleg berdasarkan suara terbanyak.

"Itu mungkin bisa saja terjadi. Tapi harusnya sekarang enggak terjadi lagi karena ada scan formulir C1, dan formulirnya dilengkapi hologram," kata Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, di kantor KPU, Jakarta, Rabu (26/3).

Menurut Ferry, dengan mekanisme pemindaian formulir C1 di KPU Kabupaten/Kota, caleg mengetahui perolehan suaranya sendiri. Caleg dengan perolehan suara terbanyak juga dapat dilihat dengan jelas. Masyarakat, juga bisa memantau lewat publikasi hasil pemindaian C1 di website KPU.

"Jadi hasi perolehan suara setiap caleg itu konsisten. Tidak berubah saat rekap berjenjang dilakukan," jelasnya.

Dalam Peraturan KPU nomor 29 tahun 2013, menurut Ferry, telah dijelaskan tata cara penetapan hasil pemilu legislatif 2014. KPU menetapkan hasil perolehan suara skala nasional paling lambat 30 hari setelah pemungutan suara. Untuk tingkat DPR, kursi bagi parpol maupun caleg baru bisa dialokasikan bila perolehan suara sah partai melebihi ambang batas parlemen sebesar 3.5 persen. 

Untuk penentuan kursi DPR, setelah jumlah suara sah diketahui, KPU menghitung bilangan pembagi pemilih (BPP) di setiap dapil. BPP didapatkan dengan membagi total suara sah parpol yang memenuhi ambang batas parlemen dibagi jumlah kursi dapil.

"Nanti jumlah kursi yang didapatkan parpol, akan diberikan kepada caleg dengan perolehan suara terbanyak," ujar Ferry.

Ketentuan ambang batas tidak berlaku untuk kursi DPRD provinsi dan kabupaten/kota.Penetapan calon anggota DPRD Provinsi didasarkan atas perolehan kursi parpol dan suara sah nama calon yang tercantum dalam daftar calon tetap (DCT). Calon terpilih merupakan calon dengan perolehan suara sah terbanyak.

"Jika tidak ada satupun suara calon yang sah, maka calon yang ditetapkan berdasarkan nomor urut di DCT," kata Ferry.

Apabila dua calon mendapatkan jumlah suara yang sama, calon yang ditetapkan adalah calon dengan perolehan suara di daerah yang sebarannya lebih luas. Jika calon yang mendapatkan suara sama itu jenis kelaminnya berbeda, maka calon perempuan yang ditetapkan sebagai calon terpilih. 

Karena sistem yang transparan dan bisa diawasi oleh semua pemangku kepentingan tersebut, menurut Ferry, kecil kemungkinan jual beli suara dilakukan caleg.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement