REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sistem informasi yang digunakan dalam proses pemilihan umum 2014 perlu diaudit. Hal tersebut untuk mengetahui kelayakannya dan menghindarkan kemungkinan manipulasi rekapitulasi suara pemilih.
"UU no 11 tahun 2008 pasal 4 menyebut bahwa pemanfaatan IT bertujuan menjamin rasa aman, keadilan sekaligus kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggaranya," katanya.
Sementara itu Staf Ahli Menteri Kominfo Djoko Agung Harijadi, mengatakan, UU tersebut telah memiliki peraturan pelaksanaannya yakni PP no 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang mewajibkan sertifikat kelaikan sistem elektronik bagi setiap penyelenggaranya untuk pelayanan publik.
"Sistem ini terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, tata kelola dan tenaga ahli yang diatur syaratnya. Penyelenggara sistem ini juga memiliki kewajiban dalam menyediakan rekam jejak audit, memiliki prosedur pengamanan dan lainnya," katanya.
Sertifikasi sistem TI KPU, lanjut dia, akan membuat masyarakat lebih percaya penuh terhadap proses pemilu, sekaligus mengurangi kemungkinan sengketa pemilu.
Sementara itu Ketua Kelompok Keahlian TI AITI Hammam Riza mengatakan, proses TI dalam Pemilu pada 2009 dan 2014 tak berbeda, yakni menggunakan sistem manual pada saat dilakukan pemungutan suara.
"Kemudian dilanjutkan semi-manual yakni penghitungan manual pada pencatatan dan pengumpulan data, tapi formulir C1 hasil Pemilu di TPS dipindai dan diunggah dengan bantuan penggunaan perlengkapan TI ke pusat tabulasi data untuk direkap dan diumumkan," katanya.