Kamis 30 Jan 2014 21:58 WIB
Bawaslu dan parpol mencari cara untuk memfasilitasi anggaran saksi perwakilan parpol jika tidak ada payung hukum.

Honor Saksi Parpol Tunggu Perpres

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Andi Mohammad Ikhbal, Esthi Maharani

JAKARTA - Pemerintah terus menggodok usulan honorarium saksi perwakilan partai politik (parpol). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan honor saksi parpol tergantung pertimbangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengeluarkan peraturan presiden.

Menurut Gamawan, perwakilan pemerintah dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sudah melakukan sejumlah pertemuan membahas honorarium mitra pengawas pemilu, termasuk honorarium saksi parpol. Namun, belum ada kesepakatan final antara pemerintah dengan Bawaslu terkait honorarium saksi tersebut. "Baru akan dan akan saja, belum tahu tindak lanjutnya gimana," kata Gamawan, Rabu (29/1).

Menurutnya, pembahasan dengan Bawaslu masih di tingkatan staf kementerian yang hasilnya akan dilaporkan ke menteri terkait dan diajukan ke Presiden SBY. “Barulah ada kepastian ditunda atau dilanjutkan.”

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto menegaskan, sesuai amanat undang-undang, maka harus ada saksi di setiap tempat pemungutan suara (TPS). Ia juga mengatakan, dana untuk saksi parpol sudah dirundingkan bersama dengan Komisi II DPR.

Pihaknya pun juga sudah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Bawaslu, dan KPU terkait hal tersebut. "Mereka sepakat, dan koordinasinya di tempat saya," katanya.

Djoko mengatakan, kebutuhan saksi ini penting karena, berkaca pada pemilu sebelumnya, tak banyak parpol yang mengirimkan saksi sehingga muncul banyak kecurigaan. "Untuk menjaga lepas dari pro-kontra, agar tidak kisruh, kita jaga dari ujungnya, dari TPS. Bahwa saksi itu harus sah," katanya.

Komisioner Bawaslu Nasrullah menilai anggaran saksi untuk parpol itu perlu ada kebijakan politis yang perlu diselesaikan terlebih dahulu. "Perdebatannya bagaimana cara untuk memfasilitasi anggaran saksi parpol jika tidak ada payung hukum," ujarnya.

Dia menjelaskan, dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, ada pendapat untuk menjaga pelaksanaan pemilu aman saat ini dan di kemudian hari.

Berdasarkan hal itu, menurut dia, ada usulan perlu kesepahaman antarparpol dan perlu payung hukum. "Kedua, pembahasan terkait mitra petugas pengawas lapangan (PPL), prinsipnya harus dipenuhi pada level di TPS," katanya.

Namun, menurut dia, mitra PPL tidak diatur secara terperinci dalam undang-undang, padahal itu harus ada payung hukumnya. Karena itu, lanjut dia, Bawalu meminta agar ada komitmen antarparpol yang dibangun terkait dana saksi dalam Pemilu 2014. "Jadi, antarparpol dan parlemen bisa membangun komitmen itu, paling tidak di Komisi II," katanya.

Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan, pada setiap pelaksanaan pemilu dan pemilukada sering terjadi praktik yang merugikan salah satu pihak. Hal itu terjadi karena tidak ada pengawas Bawaslu di tiap TPS. "Petugas TPS tidak ada yang mengawasi sehingga akhirnya praktik kecurangan selalu terjadi dan gugatan di MK (Mahkamah Konstitusi) menumpuk," katanya.

Komisi II, menurut dia, ingin menekankan penguatan pengawasan di tiap TPS. “Karena itu, (kebijakan tersebut) perlu didukung dalam sisi kebijakan dan anggaran,” katanya. n antara ed: muhammad fakhruddin

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement