Rabu 01 Mar 2017 23:24 WIB

Yamaha dan Honda tak Mungkin Bermain Kartel

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Winda Destiana Putri
Sepeda motor
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Sepeda motor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus dugaan kartel yang dilakukan Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan Astra Honda Motor (AHM) dinilai tidak mungkin. Hal tersebut diungkapkan Verry dari Soemadipradja dan Taher, kuasa hukum Honda di Hotel Ibis Jakarta, Rabu (1/3).

Ia menjelaskan, kartel merupakan upaya pengurangan produksi untuk mendapatkan keuntungan berlipat. Namun hal tersebut berbanding terbalik karena promosi dan marketing yang dilakukan dia perusahaan tersebut. Terutama Honda yang memiliki pangsa pasar besar. "Dari tahun ke tahun pangsa pasar Honda naik terus menerus bahkan sekarang sampai 70 persen," katanya kepada wartawan dalam acara Kongkow Bisnis Pas FM.

Dengan tumbuhnya pangsa pasar dan marketing yang terus digencarkan, hal tersebut menurutnya tidak mungkin bagi keduanya melakukan kartel. Apalagi, kata dia, nama Honda hanya disebut dalam surat elektronik internal Yamaha dan tidak bisa menjadi bukti kuat begitu juga dengan tidak adanya bukti langsung. "Di dalam persidangan yang kami ikuti itu tidak pernah dibuktikan," kata dia.

Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan Yamaha Indonesia Motor Manufacturing YIMM dan Astra Honda Motor AHM terbukti melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang No 5 Pasal 5‎ Tahun 1999 tentang penetapan harga. Kedua perusahaan itu diputuskan terbukti melakukan praktik kartel sesuai perkara 04-2016 tentang dugaan kartel.

Terkait putusan tersebut, Udin mengatakan, perusahaan berhak mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri setelah 14 hari menerima putusan. Namun hingga saat ini kedua perusahaan itu belum mendapatkan secara utuh keputusan KPPU seperti apa.

Sementara itu kuasa hukum Yamaha Indonesia Motor Manufacturing Rikrik Rizkiyana membenarkan belum menerima putusan KPPU. Namun pihaknya tengah mempertimbangkan tindakan lebih lanjut.

Dalam kesempatan tersebut ia menegaskan, pada dasarnya surel internal yang dijadikan bukti oleh KPPU adalah anjuran kepada jajaran Yamaha untuk melihat harga kompetitor di pasar. "Untuk kemudian menilai apakah produk kita under value atau tidak," ujarnya.

Berdasarkan Nielsen, ia melanjutkan, biaya iklan industri motor berada di peringkat keenam dari seluruh industri di Indonesia, bahkan Yamaha menjadi salah satu perusahaan yang cukup besar menggelontorkan dana untuk iklan. "Untuk apa melakukan iklan jika memang melakukan kartel?" tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement