Selasa 11 Mar 2014 20:09 WIB

Kembalinya Harga Diri Bulu Tangkis Indonesia

Rep: satria kartika yudha/Fauziah Mursid/ Red: Didi Purwadi
Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir memegang trofi usai menjuarai ganda campuran Kejuaraan All England di Birmingham, Inggris, Ahad (10/3).
Foto: AP/Alastair Grant
Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir memegang trofi usai menjuarai ganda campuran Kejuaraan All England di Birmingham, Inggris, Ahad (10/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua tahun lalu, pebulu tangkis ganda campuran Indonesia Liliyana Natsir mendapat pesan keramat dari Cristian Hadinata. Hadinata meminta Liliyana untuk membawa pulang kembali gelar All England di sektor ganda campuran yang diraihnya bersama Imelda Wiguna pada 1979.

"Koh Chris (Christian Hadinata) berharap saya dan Tontowi dapat membawa kembali gelar (ganda campuran) yang diraih 33 tahun lalu," kata Liliyana kala itu.

Pesan Hadinata itu membakar motivasi  Liliyana bersama pasangannya Tontowi Ahmad untuk mengarungi kejuaraan prestisius tersebut pada 2012. Dengan kerja keras, mereka pun akhirnya keluar sebagai juara setelah mengalahkan pasangan Denmark pada partai final.

Keberhasilan pasangan yang akrab disapa Owi/Butet itu tak hanya mengakhiri 33 tahun puasa gelar di sektor ganda campuran, tetapi juga menjadi penanda kebangkitan bulu tangkis Indonesia.

Sebelum Owi/Butet juara pada 2012, Indonesia nilgelar selama sembilan tahun setelah terakhir kali meraih juara di sektor ganda putra lewat pasangan Candra Wijaya/Sigit Budiarto pada All England 2003.

Nama Indonesia kini semakin harum. Pasukan Merah Putih sukses membawa pulang dua gelar pada All England 2014. Owi/Butet kembali menginjak podium sesuai menaklukkan pasangan Cina, Zhang Nan/Zhao Yunlei dua gim langsung 21-13, 21-17.

Ini merupakan gelar ketiga mereka mereka secara beruntun. Tahun lalu Owi/Butet juga keluar sebagai juara mengalahkan pasangan yang sama. Mereka menjadi satu-satunya pasangan ganda campuran Indonesia yang berhasil mencetak hattrick di All England.

Liliyana mengaku tidak ingin lekas puas dengan prestasi tersebut. Liliyana ingin memberikan lebih banyak lagi gelar untuk Tanah Air. "Kalau ada tiga, pasti ada empat, ada lima dan seterusnya. Kami belum merasa cukup dengan tiga gelar All England, kalau bisa lebih banyak lagi gelar di turnamen ini," kata Liliyana dilansir laman resmi PBSI.

Indonesia juga akhirnya mengakhiri 11 tahun penantian gelar All England di sektor ganda putra lewat pasangan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Hendra/Ahsan menginjak podium dengan menggasak pasangan Jepang Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa, 21-19, 21-19. Gelar juara ganda putra terakhir kali diraih Indonesia pada 2003.

"Kami sangat senang. Sudah terlalu lama belum ada gelar All England dari ganda putra," ujar Hendra.

Hendra/Ahsan menyumbangkan gelar juara All England ke-18 untuk Indonesia. Ganda Putra memang masih menjadi penyumbang gelar terbanyak. Sementara Owi/Butet memberikan gelar keempat. 

Dua gelar dari Stadion National Indoor Arena, Birmingham Inggris, tentu menjadi penanda kebangkitan bulu tangkis Tanah Air. Maklum, ini merupakan pencapaian terbaik Indonesia dalam 20 tahun terakhir pada turnamen bulu tangkis tertua tersebut.

Raiahn terbaik Indonesia diraih pada All England 1994 dengan memborong tiga gelar melalui Susi Susanti, Hariyanto Arbi dan Rudy Gunawan/Bambang Suprianto.

Susi Susanti meraih juara empat kali All England angkat bicara atas kesuksesan Indonesia. Ia merasa bangga terhadap prestasi pebulutangkis Indonesia di All England Super Series 2014.

Menurutnya prestasi yang diraih dua nomor ini adalah prestasi sangat luar bisa. Selain sudah memenuhi target Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PB PBSI), prestasi yang diraih ganda campuran Indonesia Tantowi Ahmad / Liliyana Natsir mampu menyamai rekor Park Joo Bong/ Chung Myung Hee  asal Korea Selatan yang juga juara tiga kali berturut-turut pada tahun 1989 – 1991.

 “Tentunya sangat luar biasa karena sudah memenuhi target yang ditetapkan PBSI dari dua sektor ini,” ujar Susi saat dihubungi reporter Republika, Senin (10/3).

“Tentu ini juga Menjadi angin segar bagi dunia bulu tangkis di Indonesia setelah 9 tahun minim gelar,” ucap Susi kembali

Menurut pemain kelahiran Tasikmalaya ini, raihan yang didapat nomor tersebut dapat memotivasi pebulutangkis di sektor lain untuk berprestasi  juga. Meskipun raihan Owi/ Butet ini sudah ketiga kalinya di All England, tetap menjadi hal yang luar biasa karena bagi Susi hattrick ini bukan sesuatu yang mudah.

Hal ini yang juga dirasakan Susi meskipun telah 4 kali menjuarai all England pada tahun 1990, 1991, 1993 dan 1994, tetapi ia mengaku tidak bisa menjuarainya secara berturut-turut.

“Mempertahankan itu lebih sulit dibandingan meraihnya. Owi dan Butet telah melakukan dengan luar bisa tentunya di ajang All England,” ujar Susi.

Kesulitan itu menurutnya karena pemain di negara lain berusaha mengembangkan kemampuannya. Susi juga mengomentari sektor lain yang bertanding di All England. Meskipun belum mampu mengukir prestasi di ajang paling tua tersebut, baginya sektor lain telah memberikan kemampuan yang luar biasa. 

“Butuh kerja keras lagi bagi mereka dapat menjuarai nomor di sektor lain. Ini juga merupakan pekerjaan rumah untuk PBSI kedepannya untuk melakukan pembenahan yang lebih baik lagi,” ujar Susi

Karena menurut Susi perlu ada keseimbangan antara pemain dan pelatih. Pelatihharus bisa melihat potensi yang ada dalam diri pemain tersebut. Sedangkan pemain harus mampu memahami instruksi pelatih karena pemain adalah ujung tombak. Karena tanpa usaha keras dari pemain itu sendiri tidak akan berhasil.

Pembenahan itu perlu di tubuh PBSI karena regenerasi itu berkesinambungan. Menurut Susi yang dibutuhkan pebulutangkis itu adalah fokus serta kerja keras. Menjadi seorang atlet tidaklah mudah. Mereka butuh waktu latihan yang ekstra keras, serta mampu mempelajari strategi yang pelatih ingin terapkan.

Susi yang menjadi satu-satunya pebulutangkis wanita Indonesia yang mampu meraih All England ini menilai mengapa sektor putri minim prestasi. Menurutnya bibit-bibit pemain wanita tidak banyak seperti pemain pria.  Pemain wanita tidak cukup memiliki banyak dukungan seperti halnya pria.

 Ada testimoni di benak orang Indonesia bahwa pebulutangkis wanita tidak akan pernah berkembang. Itu yang membuat bibit-bibit pemain wanita tidak muncul sebanyak pria. Banyak juga kendala fisik yang membuat pemain wanita tidak sebanyak pria.

Untuk menjadi pebulutangkis tentunya harus memiliki fisik yang kuat untuk latihan dan pertandingan. Jika tidak didukung dengan ketahanan fisik maka tentu juara akan jauh dari harapan.

Susi menilai pemain wanita saat ini seperti halnya Linda Weni dan Bellatrix merepakan pemain yang bisa diandalkan. Butuh waktu dan pengalaman yang lebih banyak lagi bagi mereka untuk meraih juara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement