Kamis 12 Feb 2015 18:35 WIB

Kondisi PPLP dan SKO Ragunan Memprihatinkan

Diskusi Kamisan (Kumis) Kemenpora di Senayan, Jakarta, Kamis (12/2).
Foto: kemenpora.go.id
Diskusi Kamisan (Kumis) Kemenpora di Senayan, Jakarta, Kamis (12/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi Sekolah Olahraga (SKO) Ragunan Jakarta,semakin memprihatinkan. Demikian pula Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) yang ada di berbagai provinsi di Tanah Air.

Karena SKO Ragunan menjadi milik dan juga digunakan sebagai tempat PPLD DKI Jakarta pasca era otonomi, sudah seharusnya Kemenpora memiliki sekolah olahraga nasional dengan fasilitas memadai seperti konsep P3SON Hambalang.

“Saya kasihan terutama atlet cabang atletik yang sering terganggu karena di lapangan sebelah ada sepak bola,” kata  Asdep Sentra Keolahragaan pada Deputi Pembudayaan Olahraga Kemenpora, Raden Isnanta  dalam Diskusi Kamisan (Kumis) Kemenpora di Senayan, Jakarta, Kamis (12/2).

Dalam diskusi yang mengangkat tajuk ‘PPLP Ujung Tombak Pembibitan Olahraga Berprestasi’ itu, selain Isnanta, hadir  Kepala Sekolah SMP/SMA RagunanDrs Rasmadi. “Bayangkan, ketika mereka sedang berlatih, tiba-tiba bola masuk dari lapangan sebelah,” urai Isnanta.

Menurut dia,  itu terjadi berulang kali. “Bagaimana mereka bisa fokus jika latihannya selalu terganggu,” katanya. “Solusi untuk mereka memang sangat sulit. Mereka harus mempunyai tempat berlatih tersendiri kalau ingin fokus. Kalau tetap di Ragunan, mereka akan selalu terganggu,” tambahnya.

Sementara itu, Rasmadi membanggakan anak didiknya. Pasalnya, meskipun saat belajar dalam kondisi lelah, bahkan kadang tertidur, namun angka kelulusan selalu 100 persen. Ia memastikan, jika seseorang senang berolahraga, bisa dipastikan orang yang bersangkutan memiliki inteligensia tinggi.

Ia menunjuk contoh Ravi Murdiantoro. Ravi terpaksa mengikuti Ujian Nasional susulan karena saat Ujian Nasional berlangsung tengah melakukan serangkaian pertandingan di luar negeri. “Tapi hasilnya sungguh mengejutkan, hasil ujian nasionalnya di atas teman-temannya.”

Secara tegas ia mengatakan, atlet yang belajar di SMP/SMA Ragunan memiliki konsekuensi yang sama. Mereka harus belajar seperti pelajar di sekolah lain. Namun jam belajar mereka berbeda. Mereka belajar mulai dari pukul 9 pagi hingga pukul 12 siang.

Bagi mereka yang berada di luar negeri, mereka bisa belajar melalui laptop, tablet, atau alat komunikasi lainnya mulai pukul 1 siang.“Para guru di sekolah Ragunan dibagi dalam tiga shift. Dengan gaji yang sama dengan guru di sekolah lain, mereka siap menjalankan tugasnya,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement