Home > Ojk > Ojk
Selasa , 20 Jun 2017, 08:47 WIB

Cara Baru Memiliki Rumah Melalui Bank Syariah

Red: Gita Amanda
Republika/Agung Supriyanto
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) biasanya jadi alternatif pembiayaan untuk membeli properti.
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) biasanya jadi alternatif pembiayaan untuk membeli properti.

REPUBLIKA.CO.ID, Pernahkah Anda merasa harga properti begitu mahal? Bagi Anda yang memiliki kocek tebal tentunya pertanyaan ini menjadi kurang relevan. Namun bagi sebagian besar masyarakat, khususnya bagi mereka yang bermimpi memiliki rumah, pertanyaan ini sering kali diutarakan.

Orang biasanya akan menjawab harga properti yang melambung tinggi karena permintaan begitu besar sedangkan supply belum mampu memenuhi permintaan tersebut. Namun inikah penyebab sebenarnya?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Investor Gathering, pada 27 Maret lalu, memaparkan bahwa permintaan rumah masih sangat tinggi namun daya beli masyarakat lemah. Masyarakat yang benar-benar mampu membeli rumah hanya sebanyak 40 persen, sedangkan 20 persen masyarakat sama sekali tidak mampu membeli rumah, dan 40 persen lainnya harus dibantu dengan subsidi.

Dalam teori ekonomi, supply yang belum mampu memenuhi permintaan akan menaikkan harga. Namun sampai pada titik tertentu, ketika permintaan masih tinggi namun tidak diiringi dengan daya beli yang kuat maka yang terjadi adalah excess supply atau penawaran yang berlebih. Hal ini akan menyebabkan harga jatuh dan kembali pada tingkat keseimbangannya.

Tingginya harga rumah yang tidak diiringi dengan daya beli yang tinggi merupakan salah satu konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi ribawi. Saat ini jarang kita temui jual-beli rumah tanpa mekanisme cicilan berbunga. Masyarakat didorong untuk berutang sehingga harus membayar dengan harga yang lebih tinggi dan bisa berkali-kali lipat dari harga yang ditawarkan oleh pengembang (supplier) karena keharusan membayar bunga.

Perbankan Syariah yang menawarkan produk cicilan tanpa bunga pun, masih dipandang belum mampu menciptakan perbedaan dengan perbankan konvensional. Namun baru-baru ini, BNI Syariah meluncurkan produk bernama Griya Swakarya yang telah mendapatkan izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Produk Griya Swakarya disebut-sebut hadir untuk memecahkan permasalahan ini.

Griya Swakarya berbeda dengan produk perbankan syariah pada ummnya. Pada umumnya nasabah sebagai wakil bank syariah akan mencari rumah yang diinginkan kemudian datang ke bank syariah untuk solusi pembiayaannya. Akad yang digunakan merupakan akad murabahah atau jual-beli yang disertai dengan wakalah (perwakilan) atau disebut juga sebagai ba’i al-haqiqi.

Skema tersebut berbeda dengan produk Griya Swakarya yang menggunakan akad murabahah murni tanpa wakalah. Pada skema Griya Swakarya, BNI Syariah akan membeli tanah dan membangun rumah secara swadaya. Baru kemudian rumah yang sudah jadi dan siap jual akan ditawarkan kepada nasabah. Dengan mekanisme seperti ini, BNI Syariah dapat memotong harga properti hingga 20-30 persen dari harga pada umumnya.

Selain BNI Syariah, bank syariah lain yang telah menerapkan ba’i al-haqiqi adalah BTPN Syariah. Nasabah pembiayaan BTPN Syariah saat ini berjumlah lebih dari dua juta rupiah orang seluruh Indonesia yang masuk dalam golongan productive poor. BTPN Syariah dengan ba’i al-haqiqi membantu para nasabahnya untuk mendapatkan telepon genggam untuk menunjang program Laku Pandai (Branchless Banking).

Selain harganya yang lebih murah 20 persen dari harga normal, dengan ba’i al-haqiqi nasabah BTPN Syariah yang mayoritas adalah ibu-ibu di pelosok desa tersebut tidak perlu repot mencari telepon genggam yang sulit didapatkan di daerahnya karena sudah disediakan oleh BTPN Syariah.

Ba’i al-haqiqi tidak hanya memecahkan permasalahan kebutuhan properti namun bisa juga diterapkan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat yang lain. Ba’i al-haqiqi akan memberikan keunikan tersendiri bagi bank syariah karena perbankan konvensional tidak akan mampu menerapkan ba’i al-haqiqi selama masih menjalankan perannya sebagai lembaga intermediasi murni.

Selain itu, Bank Syariah juga diharapkan mampu memberikan kontribusi lebih bagi perekonomian dengan menggarap langsung sektor riil. Lebih dari itu, maslahah (manfaat) yang tercipta dari penerapan ba’i al-haqiqi juga
sangat besar. Konsep ekonomi Islam yang mensyaratkan sektor riil dan sektor moneter berjalan beriringan dan harmonis akan dapat lebih terealisasikan.

Keberkahan karena menghindari transaksi yang ribawi pun akan semakin dirasakan oleh masyarakat sebagaimana janji-Nya dalam Alquran, Surat Ali Imran ayat 130 yakni, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung (memperoleh keberkahan)”.

Namun yang perlu menjadi perhatian bank syariah dalam penerapan ba’i al-haqiqi yaitu bagi bank syariah yang ingin menerapkan produk ini, diharuskan untuk mengajukan izin terlebih dahulu kepada OJK yang dilengkapi dengan langkah-langkah mitigasi risiko yang komprehensif. Bank juga diminta untuk memiliki keahlian serta kapasitas yang memadai dalam penerapan produk tersebut. Perpaduan keahlian dan kapasitas yang mencukupi, mitigasi risiko yang baik, serta ghirah yang tinggi dalam penerapan ba’i al-haqiqi, diharapkan akan mampu membuat bank syariah mewujudkan slogan beyond banking.