Senin 16 Oct 2017 20:21 WIB

Politikus Golkar Kritisi Distribusi Buku Ajar Kurikulum 2013

Rep: Kabul Astuti/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua Komisi X Ferdiansyah.
Foto: dpr
Wakil Ketua Komisi X Ferdiansyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X dari Partai Golkar Ferdiansyah mengatakan pelaksanaan pengadaan buku pelajaran Kurikulum 2013 (K13) harus dilaksanakan sejak awal Februari. Dengan demikian, buku ajar ini bisa digunakan secara merata di seluruh Indonesia pada tahun ajaran baru, Juli 2018.

Dia menyarankan hal ini lantaran distribusi buku pelajaran kurikulum 2013 kerap terkendala di berbagai daerah. Proses pengadaan yang dimaksud mencakup proses pencetakan dan distribusi buku. 

Ferdi mewanti-wanti agar pemerintah berhati-hati karena bulan Juni 2018 lebaran. Dua pekan sebelum dan satu pekan minggu sesudah lebaran termasuk waktu-waktu rawan.

Ferdi juga menyarankan agar pengadaan buku ajar K13 ini tidak dikaitkan dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). "Khusus untuk buku K13, jika bisa diproses khusus dan jangan dikaitkan dengan BOS karena rawan penyimpangan," kata Ferdiansyah kepada Republika, Senin (16/10).

Untuk buku-buku kebutuhan literasi lain, Ferdi mengatakan, pengadaannya bisa melalui BOS agar ada pilihan kebutuhan masing-masing sekolah, dengan tetap mengacu pada persyaratan dan produk yang telah memiliki pengesahan. Dari beberapa masukan lapangan, Ferdi menyampaikan, kualitas buku ajar K13 banyak dikeluhkan. 

Dia mendapatkan informasi, ada buku K13 yang dicetak menggunakan kertas koran dengan alasan tidak ada kertas HVS. Ada juga buku yang isinya dari buku K13 lama diganti sampulnya dengan edisi baru dan dijual bebas secara eceran di toko buku atau melalui pemasar-pemasar buku yang langsung ke sekolah sehingga dapat menimbulkan kesan negatif terhadap buku terbitan pemerintah.

Ferdi mengatakan pencetakan dan distribusi buku-buku K13 semester 1 ataupun buku pelajaran yang satu tahunan, banyak yang terlambat diterima guru dan siswa. Hal yang sama terjadi di sekolah-sekolah yang ada di daerah terpencil dan wilayah perbatasan. 

Ia menuturkan, kasus ini membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah. Ke depan, Ferdi menyatakan perlunya pengkajian ulang atas pelaksanaan proses pengadaan yang telah dilakukan di Kemendikbud, mulai dari tender di pusat melalui standar HET, atau mekanisme toko online melalui harga dari LKPP, atau melalui pasar bebas dengan HET tahun 2017.

Sejumlah siswa mengembalikan buku-buku kurikulum 2013 kepada pihak sekolah di Sekolah Menegah Pertama Negeri 56, Jakarta Selatan, 15 Desember 2014. Pihak sekolah akhirnya memberlakukan kurikulum 2013 secara terbatas. (Republika/Rakhmawaty La'lang) 

Wakil Ketua Komisi X ini menyatakan proses pengadaan dan distribusi K13 tahun 2018, harus lebih baik dari waktu-waktu melalui perencanaan, pelaksanaan pencetakan dan distribusi buku yang terukur.

Ferdi menambahkan kurang lancarnya distribusi buku pelajaran K13 rawan disalahgunakan oleh penerbit swasta dengan menjual buku edisi KTSP yang harganya mahal. Sekolah juga terpaksa membeli melalui anggaran BOS karena buku K13 terlambat, sementara sekolah sudah mulai masuk tahun ajaran baru.

"Pelaksanaan tahun 2018 harus banyak yang dibenahi. Peraturan jangan banyak berubah sehingga menimbulkan banyak persepsi dan disalahgunakan pelaksanaannya," kata Ferdi.

Sebelumnya, guru sebuah Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Titis Kartikawati mengungkapkan banyak guru yang mengajar di sekolah-sekolah di Kabupaten Sanggau belum mengetahui penerapan kurikulum 2013 (K-13). Menurut Titis, para guru membutuhkan contoh dan model untuk menerapkan kurikulum ini.

Titis mengaku pemerintah sudah bagus telah membuatkan buku teks untuk guru. Hanya saja, kata Titis, guru membutuhkan buku teks yang sesuai dengan kearifan lokal masing-masing. Ini karena buku tersebut hanya terpusat di Jawa, Jakarta.Sementara, anak-anak di Sanggau yang setiap hari berangkat ke sekolah menggunakan sampan mungkin sangat asing dengan Jakarta.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement