Jumat 08 Sep 2017 10:07 WIB

Mayoritas Buta Aksara Dialami Warga Usia di Atas 45 Tahun

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Endro Yuwanto
Buta aksara
Foto: blogger
Buta aksara

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengakui, mayoritas masyarakat yang buta aksara di Tanah Air masih 2,07 persen atau 3,4 juta jiwa dari total penduduk. Mayoritas buka aksara dialami masyarakat di atas usia 45 tahun.

"Sebanyak 2,07 persen (buta aksara) sebagian besar memang usianya di atas 45 tahun," kata Muhadjir usai upacara peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) 2017, di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Jumat (8/9).

Adapun penyebab masih ada masyarakat yang buta huruf diakui Muhadjir akibat faktor kebudayaan. Namun ia mengklaim angka itu tidaklah besar. Ia menyebut negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) saja angka buta huruf tidak sampai 0 perse. "Ya ada saja (angka buta aksara)," ujarnya.

Meski demikian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak berpangku tangan. Di antaranya dengan terus menjalankan program Paket A, B, hingga C. Kemudian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kini memprioritaskan penduduk yang masih di zona produktif supaya tidak buta aksara.

Kemudian, lanjut Muhadjir, ini juga jadi tugas pendidikan non-formal menjaga dan mencegah jangan sampai angka buta aksara kembali. Karena, kata dia, tidak ada jaminan orang yang sudah melek huruf jadi tetap melek bisa membaca kalau tidak ada program lanjutan. "Justru yang kami khawatirkan sudah melek huruf tetapi kembali (buta aksara) kalau tidak ada pembinaan," katanya.

Sebelumnya, Indonesia masih memiliki warga negara yang buta huruf mencapai 3,4 juta atau 2,07 persen dari jumlah penduduk. Rilis Kemendikbud mengungkap buta aksara berada di rentang usia 15-59 tahun. Dari 34 provinsi masih ada 11 provinsi memiliki angka buta huruf di atas angka nasional. Yaitu Papua (28,75 persen), Nusa Tenggara Barat (7,91 persen), Nusa Tenggara Timur (5,15 persen), Sulawesi Barat (4,58 persen), Kalimantan Barat (4,50 peren), Sulawesi Selatan (4,49 persen), Bali (3,57 persen), Jawa Timur (3,47 persen), Kalimantan Utara (2,90 persen), Sulawesi Tenggara (2,74 persen), dan Jawa Tengah (2,20 persen).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement