Komisi I Setuju Ratifikasi ASEAN tentang Perdagangan Orang

Kamis , 12 Oct 2017, 14:24 WIB
Komisi I DPR RI dan pemerintah menyetujui daftar inventaris masalah (DIM)  tentang Konvensi ASEAN menentang perdagangan orang terutama Perempuan dan Anak.
Foto: dpr
Komisi I DPR RI dan pemerintah menyetujui daftar inventaris masalah (DIM) tentang Konvensi ASEAN menentang perdagangan orang terutama Perempuan dan Anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi I DPR RI dan pemerintah menyetujui daftar inventaris masalah (DIM)  tentang Pengesahan ASEAN Convention Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (Konvensi ASEAN menentang perdagangan orang terutama Perempuan dan Anak). Selanjutnya, akan dibawa ke sidang Paripurna DPR RI untuk diambil keputusan dan disahkan menjadi Undang-undang.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hassanudin mengatakan ratifikasi konvensi ASEAN menentang perdagangan orang terutama Perempuan dan anak ini sangat penting mengingat perdagangan manusia. Khususnya perempuan di negara-negara ASEAN terutama Indonesia cenderung meningkat.

"Hal itu tentu tidak mampu ditangani sendiri oleh Indonesia. Tapi perlu kerjasama dengan Negara-negara lain di ASEAN untuk mencegah sekaligus memberantas tindak pidana perdagangan orang. Oleh karena itu saya mengapresiasi konvensi yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia pada bulan November 2015 silam,” ujar TB Hassanudin dalam rapat kerja dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, Perwakilan Menteri Luar negeri dan Perwakilan Menteri Hukum dan HAM, di ruang rapat Komisi I DPR RI, Rabu, (11/10).

 

Anggota Komisi I DPR RI lainnya, Supiadin Aries Saputra juga mengapresiasi konvensi tersebut. Menurut dia, pengesahan RUU Konvensi ASEAN menentang perdagangan orang terutama perempuan dan anak terbilang cukup cepat. Mengingat sebelumnya pemerintah butuh waktu lebih dari delapan tahun untuk mengesahkan atau ratifikasi konvensi lainnya, yakni konvensi ekstradisi Indonesia dengan Cina yang baru disahkan belakangan ini.

 

Terkait dengan adanya perbedaan persepsi antara naskah asli yang tertulis dalam konvensi dengan ratifikasi konvensi tersebut merupakan hal yang sangat wajar, dan semua setuju untuk kembali ke naskah aslinya. Misalnya terkait kata-kata hukuman yang setimpal, yang diterjemahkan menjadi hukuman yang adil dan efektif. Mengingat dalam terminoligi hukum tidak ada istilah hukuman yang setimpal, melainkan hukuman yang adil dan efektif.

 

“Tadi ada perbedaan persepi untuk kata-kata hukuman yang setimpal, namun kami sudah sepakat jika ada perbedaan persepsi dalam ratifikasi atau RUU tersebut, maka akan kembali ke naskah asli konvensi ASEAN tersebut," kata Supiadin.

 

Baik TB Hassanudin dan Supiadin berharap dengan pengesahan konvensi tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, terutama perempuan dan anak, serta memberikan perlindungan dan bantuan terhadap korban tindak pidana perdagangan orang terutama perempuan dan anak.

 

Direncanakan pekan depan RUU ratifikasi konvensi  tentang Pengesahan ASEAN Convention Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (Konvensi ASEAN menentang perdagangan orang terutama Perempuan dan Anak) akan dibawa ke pengambilan keputusan tingkat II dalam sidang Paripurna DPR RI.