DPR Isyaratkan Bentuk Pansus untuk Revisi UU Pilkada

Sabtu , 06 Jun 2015, 04:57 WIB
Pekerja mengikuti simulasi pemungutan dan penghitungan suara TPS dalam pemilihan kepada daerah (Pilkada) serentak, di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (7/4).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pekerja mengikuti simulasi pemungutan dan penghitungan suara TPS dalam pemilihan kepada daerah (Pilkada) serentak, di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (7/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Firman Subagyo menyebut revisi UU Pilkada sudah melewati proses di Badan Musyawarah (Bamus). Saat ini, revisi tersebut sedang ditangani panitia khusus (pansus).

Pansus gabungan tersebut, lanjutnya, beranggotakan lintas komisi dengan Komisi II sebagai leading sector. "Sekarang sudah diproses di Pansus. Jadi, Pansus akan menindaklanjuti itu," kata Firman di gedung DPR, Jakarta, Jumat (5/6).

Menurut mekanisme yang ada, usulan revisi UU diserahkan pimpinan DPR ke Baleg. Jika Baleg memutuskan untuk melanjutkan proses revisi, maka draft revisi tersebut akan diserahkan ke Bamus untuk diparipurnakan.

Apabila paripurna menyetujui usulan revisi, selanjutnya akan dibentuk panja atau pansus. Terkait mekanisme tersebut, untuk revisi UU Pilkada ini. Firman mengatakan, tidak akan melalui Baleg dan langsung ke Bamus. Proses di Bamus pun, menurutnya, sudah berlangsung minggu lalu.

"Pimpinan DPR sudah mendisposisi dibahas di rapat Bamus dan kemudian Bamus memutuskan disahkan di Pansus. Sekarang materi revisi UU Pilkada sudah di proses di Pansus. Seperti yang pertama waktu revisi Perppu menjadi UU Pilkada. Jadi mekanismenya seperti itu," jelasnya.

Namun pernyataan Firman dibantah anggota Komisi II Abdul Malik Haramain. Menurut Abdul, hingga kini belum ada pembentukan Pansus untuk revisi UU Pilkada.

"Belum ada. Baleg saja belum ada membahas. Di internal komisi II saja masih ada perbedaan pendapat," kata Abdul.

Politikus PKB itu pun mengaku yakin usulan revisi UU Pilkada tidak akan berlanjut. Apalagi, lanjutnya, sejak awal pemerintah telah memberikan sinyal penolakan.

"Langkah itu harus dihentikan, fraksi sebagian menolak. Statement dari presiden dan Mendagri cukup mewakili," ujarnya.