Selasa 06 Mar 2012 13:08 WIB

Kisruh Tanah, Waduk Halim Terbengkalai

Rep: Nora Azizah/ Red: Hafidz Muftisany
Waduk Halim
Foto: jakcity
Waduk Halim

REPUBLIKA.CO.ID, CAKUNG --Pembangunan Waduk Halim tertunda lantaran lahannya  masih terkait sengketa. Sengketa tanah di atas lahan seluas 150 hektare itu terjadi antara pihak Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) dan warga  yang menjadi ahli waris dari tanah tersebut.

 

Di atas lahan tersebut, rencananya akan dibangun waduk yang membutuhkan lahan seluas 100 hektare.  Namun warga yang bermukim di daerah tersebut mengaku tanah yang akan dibuat waduk bukanlah atas nama AURI, melainkan atas nama ahli waris. ''Ratusan warga yang bermukim di sana menuntut ke AURI,'' ujar Yus Wil, Lurah Halim saat ditemui Republika, Selasa (5/3).

 

Menurut Yus Wil, warga protes kepada AURI yang mengaku bahwa lahan tersebut milik mereka. Padahal warga memiliki surat kepemilikan atas lahan tersebut. Luas tanah yang dimiliki para warga bervariasi, mulai dari puluhan meter sampai ratusan.

 

Lahan permukiman yang akan menjadi lokasi pembangunan waduk tersebut, menurut Yus Wil, berada di dekat Universitas Borobudur. Menurutnya, ada 16 Rukun Warga di kawasan Halim, dan yang terkena proyek Waduk Halim yakni RW 15 dan 16.

 

Perkara sengketa tanah ini sudah dibawa ke Pengadilan Tinggi Jakarta Timur. Pada sidang pertama, warga yang menuntut lahan tersebut menang terhadap gugatan mereka. Pihak AURI tidak terima dan akhirnya mengajukan banding. Hingga saat ini proses penyelesaian sengketa lahan masih berlangsung di PN Jakarta Timur.

 

Waduk Halim merupakan salah satu waduk yang dibangun untuk menahan banjir akibat luapan dari Kali Cipinang dan Kali Sunter. Proyek tersebut terpaksa ditunda lantaran lahan yang masih dalam sengketa itu.

 

Kepala Bagian Hukum Setkota Jakarta Timur, Sukrawinata mengatakan, seharusnya pembangunan waduk tersebut sudah bisa dimulai tahun ini. Namun Pemprov DKI Jakarta terpaksa menundanya terkait sengketa tersebut. "Antara Pemprov dan AURI belum ada penandatanganan MoU," ujar Sukrawinata.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement