Rabu 15 Apr 2015 17:44 WIB

Kabar Purwakarta- Perang Bubat, Tampil dalam Kemasan Wayang

Red:

Jika di India ada legenda Mahabrata dan Ramayana, maka di Nusantara terdapat salah satu kisah lintas suku bernama Perang Bubat. Perang Bubat merupakan kisah pertempuran antarkerajaan Galuh (Sunda) dan Majapahit. Di Indonesia, legenda Mahabrata dan Ramayana mendominasi kisah atau lakon pada setiap pertunjukan wayang golek dan wayang kulit.

Meski cerita pewayangan di Tanah Air mengacu pada legenda India, na mun terdapat perbedaan dalam perjalanan kisahnya. Dalam kisah le gen da Mahabrata dan Ramayana tidak ter dapat sosok punakawan yaitu sosok Semar, Cepot, Dewala, dan Gareng.

Sementara dalam cerita yang di pertunjukkan melalui wayang golek dan kulit di Indonesia terdapat sosok punakawan yang selalu berbarengan dengan kubu Pandawa di Mahabrata dan Rama pada Ramayana. Itulah per bedaan antara legenda Mahabrata dan Ramayanan versi India dan versi In donesia melalui pertunjukkan wa yang.

Sebagian budayawan menilai, kehadiran sosok punakawan itu me ru pakan karakter dari kisah wayang Ma habrata dan Ramayana versi Indo nesia. Begitulah para dalang, seni man dan budayawan membentuk ka rak ter pewayangan di Indonesia.

Belum lama ini berlangsung pertunjukkan wayang golek di Alun-alun Maya Datar Kabupaten Purwakarta dengan mengangkat cerita Perang Bubat. Yang menjadi Sutradaranya yaitu Bupati Purwakarta H Dedi Mulyadi SH. Sementara yang menjadi dalangnya, yakni Dadan Sunandar Sunarya, Yogaswara Sunandar Sunarya dan Awan Dede Amung Sutarya.

Pertunjukkan wayang itu dikemas melalui kolaborasi sastra dan tarian kolosal. Dalang Wayang Kulit Sudjiwo Tedjo pun ikut meramaikan pagelaran tersebut. Hadir pula sastrawan Iman Soleh, pelawak Sunda Si Ohang, seniman tari dari Purnayudha dan musik pengiring Emka 9.

Dedi sengaja mengangkat kisah Perang Bubat dalam pertunjukkan itu, bukan bermaksud membuka kem bali aib perseteruan antara Sun da (Galuh) dan Majapahit. Menu rut De di, tidak boleh ada yang ditutupi dalam perjalanan sejarah Nusantara. Kata Dedi, bangsa ini bisa belajar memahami kekurangan dan kelebihan melalui sejarah. Sebab, papar dia, tidak ada kesempurnaan dalam setiap perjalanan generasi peradaban di dunia ini. Untuk itu, bangsa ini ha rus gemar memetik hikmah dari setiap peristiwa di lingkungannya.

‘’Melalui pertunjukkan ini, kita coba mengungkap sejarah yang se lama ini seolah tabu untuk dibica ra kan, yaitu Perang Bubat,’’ ujar Dedi. Kisah perang yang melahir kan ke ben cian itu, ternyata hanyalah ma sa lalu. Hari ini, kisah perang tersebut ha rus menjadi ungkapan cinta yang di amanat kan kepemimpinan masa itu.

Menurut Dedi, terdapat empat tokoh yang berperan besar dalam tragedi Perang Bubat. Di antaranya Raja Galuh Prabu Linggabuana, Putri Galuh Diah Pitaloka Citra Resmi, Mahapatih Majapahit Gajah Mada dan Maharaja Majapahit Hayam Wuruk. Keempatnya, ungkap Dedi, memiliki warna karakter kepribadian yang bisa diambil hikmahnya dalam tragedi itu.

"Linggabuana dengan cinta ka sih nya bersedia menjalin silaturahim Sunda dan Majapahit melalui per ni kahan putrinya dengan Hayam Wuruk, walau harus pihak mempelai wa nita yang datang ke Majapahit,’’ tam bah Dedi.

Diah Pitaloka Citra Resmi merupakan sosok yang berani mengorbankan dirinya demi kehormatan bangsanya, ketimbang harus dijadi kan upeti tanda takluk Galuh oleh Maja pahit. Gajah Mada tumbuh per ka sa menjaga keutuhan Majapahit sebagai bingkai Nusantara melalui sumpah Palapa dan cikal bakal bangsa kita.

Sementara Lalu Hayam Wuruk, sambung Dedi, merupakan ekpresi cinta seorang raja yang tetap mencintai putri Sunda Diah Pitaloka. Dari keempat tokoh ini, dirinya sengaja mengangkat pertunjukkan berjudul ‘Bubat Dalam 'Mabuk' Empat Warna’.

Dalang wayang kulit yang juga budayawan Sudjiwo Tedjo mengapresiasi Dedi Mulyadi yang berani meng ambil tema pagelaran ini. Diakui Sudjiwo Tedjo, kisah ini sangat sen sitif ba gi dua suku besar di Indonesia. Na mun menurutnya masa lalu bukan un tuk dibesar-besarkan nilai negatif nya, tetapi sisi positifnya yang menjadi penting dijadikan cermin di kemudian hari.

"Semoga melalui pertunjukkan ini semuanya selesai bahwa dalam pe rang itu tak ada yang salah dan tak ada yang benar," ujar Sudjiwo Tedjo dalam syair puisinya. Pagelaran ini cu kup menyedot perhatian ribuan pengunjung. Selain warga Purwakar ta, ada pula penonton yang datang dari luar Purwakarta.

Sejumlah selebritis Tanah Air pun turut hadir, di antaranya Dicky Candra bersama keluarganya dan Anggota DPR RI yang juga artis Krisna Mukti. Pagelaran diakhiri dengan penampil an Charly Van Houten, penyanyi se kaligus pencipta lagu. ? kik

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement