Selasa 07 Jan 2014 16:13 WIB

Waduh....Biaya Berobat Warga Indonesia di Luar Negeri Rp 5,4 Triliun

Rep: Heri Purwata/ Red: Maman Sudiaman
Pelantikan dan pengambilan sumpah dokter baru di Kampus UII, Selasa (7/1).
Foto: Dok Rep
Pelantikan dan pengambilan sumpah dokter baru di Kampus UII, Selasa (7/1).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -– Diam-diam, nilai devisa yang keluar negeri untuk biaya berobat setiap tahunnya cukup besar yakni mencapai 600 juta dolar AS atau  Rp 5,4 triliun. Jumlah uang yang 'lari' ke luar negeri itu berasal dari 300 ribuan orang setiap tahunnya.

Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII), Isnatin Miladiyah,

mereka memilih berobat ke luar negeri karena mendapatkan pelayanan kesehatan dan kenyamanan dalam berobat. Karena itu, para dokter baru dituntut untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna dan kenyamanan. Sehingga warga negara Indonesia tersebut masih mempercayakan pengobatannya kepada dokter-dokter di dalam negeri.

Selain itu, kata Isnatin, mulai 1 Januari 20014 telah diterapkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Penerapan ini akan berimplikasi terhadap sistem pelayanan kesehatan secara nasional. Proses pelayanan berjenjang mau tidak mau akan diterapkan. Karena itu, para dokter baru dituntut untuk mempelajari berbagai aturan yang terkait dengan pelayanan kesehatan. 

Sedang di tingkat global, juga terjadi perubahan yang cukup besar. Sebab dalam waktu dekat Negara-negara di kawasan Asia Tenggara akan memasuki babak baru dalam perekonomian global yaitu diterapkannya ASEAN Economi Community tahun 2015. “Hal ini menjadi peluang dan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja (termasuk dokter), serta barang dan jasa,” kata Isnatin usai pelantikan dan mengambil sumpah 12 dokter baru periode XXII, Selasa (7/1).

Menurut Isnatin, hingga saat ini, FK UII Yogyakarta telah meluluskan dokter sebanyak 641 dokter yang sudah tersebar di seluruh Indonesia. Dokter baru ini diharapkan bisa ikut memecahkan permasalahan kesehatan yang dihadapi bangsa Indonesia. Di antaranya,  kekurangan dokter dan pelayanan yang belum memuaskan.

Sementara Rektor UII, Edy Suandi Hamid mengatakan Fakultas Kedokteran yang telah terakreditasi dalam usia 11 tahun menandakan pendidikan dokter di UII dinilai berhasil mengimplementasikan prinsip perguruan tinggi yang baik, dan mengedepankan kualitas. “Minimnya dokter berkualitas yang dimiliki Indonesia tentu menjadi keprihatinan bersama,” kata Edy.

Dijelasakan Edy, profesi dokter membutuhan proses pendidikan dan pelatihan yang berjenjang, penuh tantangan dan berlangsung cukup lama. Profesi ini membutuhkan kombinasi antara pengetahuan dan ketrampilan yang memadahi. Sedang implementasinya, profesi ini membutuhkan pembinaan, pengabdian, kerjasama dalam tim, dan etika. “Kami mempercayai dengan dukungan dosen yang berkualitas dan upaya terus meners dalam peningkatan kualitas akademiknya, insya Allah alumni FK UII memiliki kompetensi dan bekal yang cukup dan siap menjalani profesi sebagai dokter,” kata Edy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement