Saturday, 11 Syawwal 1445 / 20 April 2024

Saturday, 11 Syawwal 1445 / 20 April 2024

HNW Sampaikan Persoalan LGBT ke Presiden

Kamis 21 Dec 2017 21:45 WIB

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Karta Raharja Ucu

Hidayat Nur Wahid (HNW) saat melakukan sosialisasi empat pilar di Yayasan Alfida, Bengkulu, Kamis (21/12).

Hidayat Nur Wahid (HNW) saat melakukan sosialisasi empat pilar di Yayasan Alfida, Bengkulu, Kamis (21/12).

Foto: Republika/Rahma Sulistya

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menyatakan rasa prihatinnya dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak untuk mengkriminalkan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). Ia bahkan telah menyampaikan langsung pada Presiden RI untuk dukung DPR dalam pembuatan UU LGBT.

"Saya sampaikan langsung kepada Pak Jokowi waktu bertemu di Istana Negara, agar beliau untuk mendukung DPR dalam membuat UU yang melarang dan menghukum mereka-mereka yang melakukan penyimpangan melalui LGBT," ujar HNW dalam acara sosialisasi empat pilar di Yayasan Alfida, Bengkulu, Kamis (21/12).

Indonesia bisa melihat di Rusia maupun Yugoslavia, di mana tanpa Pancasila pun mereka sudah membuat aturan terkait LGBT. Dia negara itu telah membuat Undang-Undang yang melarang LGBT, karena LGBT dianggap proxy war yang akan merusak dan menghancurkan dari dalam suatu bangsa dan negara.

Apalagi, Indonesia telah memiliki Pancasila, di mana dalam sila pertama jelas menyebutkan Ketuhanan yang Maha Esa. Sementara, LGBT bertentangan dengan sila pertama itu, sila kedua, sila ketiga, juga bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28, terutama terkait dengan masalah hak untuk membuat keturunan dan membuat keluarga.

"Karena LGBT pasti nggak mementingkan keluarga dan keturunan, gimana mau mempunyai keturunan? Kemudian pasal 28 J ayat 1 dan ayat 2, kalaupun dikatakan LGBT adalah hak asasi manusia (HAM), HAM di Indonesia bukan HAM yang liberal. HAM harus mempertimbangkan HAM yang lain," papar HNW.

HAM di Indonesia juga harus merujuk pada agama yang diakui di Indonesia, sementara tidak satu agama pun yang membolehkan LGBT. Kemudian LGBT juga bertentangan dengan Perppu No 2 tahun 2017, yang sekarang jadi UU tentang keormasan itu.

Dalam UU itu, ada kondisi di mana seseorang atau ormas bisa dikenakan pasal pidana terkait dengan UU keormasan hukum pidana minimal lima tahun sampai seumur hidup penjara. Salah satunya adalah mereka yang melakukan penistaan terhadap agama.

"LGBT adalah salah satu bentuk praktek penistaan agama, karena tidak ada agama apapun yang mengizinkan praktek LGBT. Sekarang memang bolanya di DPR, kita di Fraksi PKS DPR RI sudah berkomitmen untuk berjihad mengawal, membuat UU yang bisa mengkriminalkan dan menghukum mereka yang melakukan penyimpangan seksual semacam ini," tutur HNW.

MK memang memiliki wewenang, namun MK justru diharapkan mampu melihat perihal mana saja yang mampu merusak empat pilar bangsa Indonesia. "Saya sendiri terus terang prihatin dengan keluarnya keputusan MK yang terakhir itu, terkait penolakan MK terhadap judical review (JR) untuk mengkriminalisasi LGBT dan sejenisnya itu," jelas dia.

Ia membenarkan kewenangan utuh MK dalam melakukan perluasan pembuatan hukum, namun MK harus memperhatikan sekecil apa pun celah yang bisa merusak sendi-sendi bernegara dan bernegara dalam tubuh masyarakat Indonesia, yang bisa merusak Pancasila, Undang-Undang Dasar, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, harus ditutup serapat-rapatnya.

Mengingat MK merupakan satu-satunya lembaga negara yang oleh Undang-Undang Dasar disyaratkan keanggotaannya di antaranya adalah negarawan. Kenegarawanannya harus dipahami betul. Sementara, salah satu yang berpotensi untuk merusak empat pilar itu adalah LGBT.

"Saya sering sampaikan, bahkan Menteri Pertahanan RI Jenderal Ryamizard Ryacudu, sudah menyampaikan bahwa LGBT ini adalah proxy war terhadap Indonesia, ia adalah perang asimetris, perang halus untuk menghancurkan Indonesia," papar Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler