Saturday, 11 Syawwal 1445 / 20 April 2024

Saturday, 11 Syawwal 1445 / 20 April 2024

Sosialisasi Empat Pilar MPR Bersama Ikadi

Sabtu 13 Feb 2016 19:31 WIB

Red: Djibril Muhammad

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW)

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW)

Foto: Dokumen MPR

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) memberikan materi Empat Pilar MPR (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika) dalam acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kerja sama MPR RI dengan Ikatan Da'i Indonesia (Ikadi) di aula Asrama Haji Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (13/2 ).

Dalam paparannya, Hidayat membicarakan soal implementasi UUD Bab XA tentang hak asasi manusia (HAM). Menurut Hidayat, saat ini banyak yang salah kaprah dan kebablasan soal implementasi hak asasi manusia dalam hal ini soal kebebasan berpendapat dan berserikat.

Kebebasan diartikan sangat bebas sebebas-bebasnya seperti banyak yang menuntut soal pernikahan lintas agama, kebebasan pernikahan sejenis, sampai menginterpretasikan agama seenak-enaknya dengan berlindung atas nama kebebasan berpendapat. Contohnya muncul fenomena Gafatar, bahkan sampai ada yang mengaku Nabi serta aksi-aksi radikalisme.

Padahal, lanjut Hidayat, kebebasan dibenarkan, tapi dengan batasan seperti yang tercantum dalam Pasal 28 J yang berbunyi "Berkewajiban menghargai hak asasi orang lain serta tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan UU".

"Sudah jelas konstitusi negara Indonesia memberikan kebebasan berekspresi dan berpendapat serta berserikat, namun ada batasan yang ditetapkan perundangan. Jika tidak dibatasi, maka akan sangat kebablasan. Setiap orang bebas mendirikan organisasi negatif, misalnya perkumpulan maling, teroris. Pembatasan ada untuk menghormati hak orang lain juga," terangnya.

Selain itu, Hidayat juga membahas soal arah pembangunan nasional. Indonesia saatnya membutuhkan semacam haluan atau panduan negara seperti GBHN agar arah pembangunan Indonesia menjadi terencana, dan terarah baik.

"Kenapa sangat perlu sebuah haluan negara, sebab selama ini arah pembangunan nasional sesuai dengan visi dan misi Presiden. Padahal sesuai konstitusi, Presiden hanya menjabat selama dua periode yakni hanya selama 10 tahun maksimal. Indonesia negara yang sangat besar mustahil arah pembangunannya jangka pendek hanya 10 tahun. Jika Presiden berganti, tidak ada jaminan Presiden selanjutnya akan melanjutkan program Presiden sebelumnya. Kalau itu terjadi maka Indonesia hanya seperti menari poco-poco, bergerak maju mundur samping kanan dan kiri berputar-putar saja," ungkapnya.

Untuk memunculkan GBHN yang merupakan produk MPR, lanjut Hidayat, harus melalui satu pintu yakni amendemen kembali UUD 1945 yang saat ini tinggal menunggu pengajauan dari satu per tiga anggota MPR agar itu terwujud.

Acara sosialisasi ini sendiri dalam rangkaian kegiatan acara Musyawarah Nasional ke-2 Ikadi yang diselenggatakan maraton dari tanggal 12-13 Februari 2016 di tempat yang sama. Acara ini juga dihadiri oleh Menteri Agama dan perwakilan Panglima TNI.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler