Tuesday, 7 Syawwal 1445 / 16 April 2024

Tuesday, 7 Syawwal 1445 / 16 April 2024

Revisi Undang Undang Bencana dan Asap Dinilai Mendesak

Kamis 26 Nov 2015 06:19 WIB

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Winda Destiana Putri

Diskusi tentang

Diskusi tentang "Asap, Bencana, Revisi UU No 24 Tahun 2007" di Ruang Perpustakaan MPR di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Foto: DOk: MPR

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syamsul Ardiansyah, dari Platform Nasional Penanggulangan Resiko Bencana (Plarnas PRB) menyatakan, tahun ini menjadi peristiwa bencana kebakaran hutan yang paling besar.

Hal itu dia sampaikan dalam diskusi tentang "Asap, Bencana, Revisi UU No 24 Tahun 2007" di Ruang Perpustakaan MPR di Kompleks Parlemen, Jakarta Selasa (24/11) kemarin. Berdasarkan catatan BNPB, wilayah yang terbakar lebih besar dari Ibukota Jakarta.

Syamsul mengingatkan, kebakaran hutan kemarin merupakan pengalaman berharga, apalagi Indonesia menghadapi bencana yang hampir setiap tahun terjadi. Karena itu, persoalan asap menjadi pelajaran untuk melihat kembali manajemen pengelolaan isu bencana di Indonesia.

"Indonesia adalah negara yang memiliki potensi terjadi bencana besar. Mulai dari Tsunami di Aceh sampai gempa, banjir bandang dan banjir yang senpat melumpuhkan Jakarta yang menelan kerugian ekonomi lebih dari satu miliar setiap harinya," kata Syamsul.

Mengapa penanganannya terkesan lamban, menurutnya hal itu terjadi karena lemahnya kontrol pemerintah, juga 'ribetnya' soal berbagai peraturan yang tertulis serta kesenjangan dalam berbagai pengelolaan bencana di tingkat pusat dan daerah. Oleh karena itu, keberadaan UU nomor 24 tahun 2007 sebagai payung hukum yang selama ini digunakan, harus segera direvisi.

"Ada sejumlah pasal yang harus dirubah, bila menginginkan daerah siap menghadapi bencana," ucap dia.

Untuk itu lanjut Syamsul, Aliansi untuk Perubahan UU Nomor 24 tahun 2007, mendorong gaar UU tersebut dapat menjadi pembahasan di tahun depan. Aliansi melihat ada empat point persoalan penting yang harus dilakukan perubahannya, yakni status bencana, soal kelembagaan, anggaran dan partisipasi masyarakat.

"Empat hal inilah yang akan kami dorong untuk segera masuk dalam prolegnas, karena tahun depan bencana selalu menghadang, sehingga dibutuhkan kesiapsiagaan yang dipayungi oleh hukum yang mumpuni," jelas dia.

Wakil Ketua Komisi VIII, Sodik Mujahid mengatakan, di dalam Pembukaan UUD tahun 1945 disebutkan bahwa salah satu tugas dan tujuan dibentuknya negara adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

"Termasuk di dalamnya adalah memberikan perlindungan setiap warga negara dari ancaman bahaya bencana," kata Sodik.

Ia mengatakan, dengan adanya perubahan paradigma dalam penanggulangan bencana, maka setidaknya kegiatan manajemen penanggulangan bencana dapat dibagi menjadi tiga kegiatan utama.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler