Sunday, 19 Syawwal 1445 / 28 April 2024

Sunday, 19 Syawwal 1445 / 28 April 2024

Training Empat Pilar Makassar Sampaikan Lima Gagasan

Sabtu 12 Sep 2015 22:22 WIB

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Dwi Murdaningsih

TOT Empat Pilar MPR RI di Makassar.

TOT Empat Pilar MPR RI di Makassar.

Foto: MPR

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Acara Training of Trainer empat pilar MPR RI di Makassar mengundang banyak gagasan dan kritikan. Acara yang diikuti oleh dosen ini mendapatkan respons yang luar biasa. Moderator dan narasumber sosialisasi dari MPR RI, sampai harus mensortir beberapa masukan karena saking banyaknya dan terbatasnya jadwal kegiatan yang sangat ketat.

Aspirasi pertama datang dari salah satu peserta bernama Mappanjung. Ia sangat tidak setuju jika Empat Pilar Bernegara dan Berbangsa dihilangkan dan diubah menjadi Empat Pilar MPR RI. Sebab, sosialisasi yang digelar tersebut sangat penting tentang nila-nilai luhur bangsa yang didalamnya ada soal Pancasila.

''Seharusya rakyat jangan mendebat soal jika berhubungan soal kebangsaan,'' kata dia, dalam sesi pemaparan materi pada rangkaian kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, dengan metode Training of Trainers (ToT) atau pelatihan untuk pelatih yang diikuti 100 dosen perguruan tinggi swasta se-Sulawesi Selatan,  bekerjasama MPR RI dengan Kopertis Wilayah IX Sulawesi Selatan, di Ballroom Hotel Aryaduta Makassar, akhir pekan lalu.

Aspirasi kedua datang dari peserta bernama Andi Aprasing. Dia kecewa lantaran banyak hal-hal yang bermanfaat dan baik buat bangsa malah dihilangkan antara lain soal Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). ''Padahal dulu, UUD dan Pancasila tidak ada masalah tapi mengapa GBHN dihilangkan.  Andi menginginkan agar GBHN dimunculkan kembali,'' ujarnya.

Aspirasi ketiga datang dari peserta Indriyani Kesumaningsih, yang memberikan masukan soal arah tujuan nasional.  Sekarang ini, menurutnya, arah tujuan nasional Indonesia tidak jelas mau dibawa kemana negara. Jika dibandingkan dengan negara Amerika Serikat sangat jauh berbeda. Negara AS sangat jelas tujuan negaranya salah satunya ingin menguasai dunia dan tujuan nasional itu masuk dalam sistem panduan dalam bernegaranya. Karena itulah setiap Presiden terpilih di AS mengikuti arah dan tujuan negaranya yang sudah ditetapkaan tersebut.

Indonesia, menurut Indriyani, tujuan nasionalnya sangat tidak jelas. Saat ini tujuan nasional Indonesia sangat bergantung kepada visi dan misi Presiden terpilih. ''Seharusnya Indonesia memiliki satu sistem panduan tujuan nasional negara seperti halnya GBHN,'' tambahnya.

Aspirasi keempat datang dari peserta Nurdin, dosen Universitas Islam Makassar yang tegas menungkapkan soal otonomi daerah. Menurutnya, otonomi daerah hanya wadah bagi-bagi kekuasaan saja. Banyak daerah otonom yang semestinya belum mampu untuk otonom, daerah tersebut belum mampu membiayai daerahnya sendiri.

Selain otonomi daerah, Nurdin juga menyoroti soal otonomi khusus.  Nurdin menilai seharusnya tidak perlu ada otonomi khusus seperti DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Aceh.  Nurdin meminta agar pelaksanaan otonomi daerah dievaluasi secara serius dan meminta MPR untuk melakukan pengkajian soal ini.

Aspirasi kelima datang dari peserta Ratnawati dosen STMIK Akper Makassar.  Ratnawati mempersoalkan soal pasal penghinaan kepada Presiden yang batas-batasnya kurang jelas dan seperti pasal karet yang membungkam rakyat yang kritis sebab tidak dijelaskan perbedaan antara kritik dan penghinaan sehingga membuat rakyat yang kiritis khawatir.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler