Tuesday, 14 Syawwal 1445 / 23 April 2024

Tuesday, 14 Syawwal 1445 / 23 April 2024

Perlu Peradilan Khusus untuk Sengketa Pilkada

Senin 27 Apr 2015 10:48 WIB

Red: Dwi Murdaningsih

Pekerja mengikuti simulasi pemungutan dan penghitungan suara TPS dalam pemilihan kepada daerah (Pilkada) serentak, di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (7/4).

Pekerja mengikuti simulasi pemungutan dan penghitungan suara TPS dalam pemilihan kepada daerah (Pilkada) serentak, di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (7/4).

Foto: Republika/Agung Supriyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Peradilan khusus perlu dibentuk untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada). Lembaga peradilan khusus ini harus menyelesaikan semua sengketa Pilkada baik sengketa hasil maupun sengketa administrasi. Kesimpulan itu menjadi benang merah dalam seminar Fraksi PDIP MPR RI bertema "Format Ideal Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah dalam Rangka Menegakan Daulat Rakyat" di Universitas Jember, Sabtu (25/4).

Mekumham Yasonna Laoly mengatakan badan peradilan khusus untuk menyelesaikan sengketa hasil Pilkada sesuai UU No. 1 Tahun 2015 bisa menjadi solusi terbaik untuk menyelesaikan sengketa hasil Pilkada. "Ini menjadi solusi yang terbaik," katanya.

Namun, badan peradilan khusus untuk menyelesaikan sengketa hasil Pilkada belum bisa terbentuk. Sesuai dengan UU, maka untuk sementara Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengadili sengketa perselisihan hasil Pilkada sampai dibentuknya badan peradilan khusus. Yasonna berharap di masa depan dapat dibentuk badan peradilan khusus untuk menyelesaikan sengketa perselisihan hasil Pilkada yang ideal dan sesuai konstitusi.

Ketua MK Arief Hidayat berpendapat pokok persoalan bukan terletak pada lembaga peradilan mana yang berwenang mengadili sengketa hasil Pilkada melainkan pada penyelenggaraan Pilkada yang fair. "Format ideal apapun, apakah MA atau MK, yang penting adalah penyelenggaraan Pilkada yang fair play. Jika fair play, pasti perselisihan tidak diperkarakan karena selesai dengan sendirinya," katanya.

Dia menekankan, perlu adanya kultur hukum di setiap pemilu untuk menjunjung tinggi siap menang dan siap kalah dalam Pilkada. Dia mencontohkan salah satunya adalah Pilkada DKI Jakarta. Fauzi Bowo bisa menerima kekalahan dan tidak memperkarakan ke MK. "Kalau bisa menerima kekalahan dalam Pilkada yang fair play tentu tidak berlanjut pada sengketa di MK," ujarnya.

Tak jauh berbeda, Arif Wibowo juga mengatakan bahwa badan peradilan khusus lebih efektif untuk menyelesaikan sengketa hasil Pilkada di masa-masa mendatang. Sampai terbentuknya badan peradilan khusus itu masih banyak waktu untuk mempersiapkan badan peradilan khusus itu.

"Pilkada serentak secara nasional masih tahun 2027. Jadi masih ada waktu lama untuk mempersiapkan badan peradilan khusus untuk sengketa hasil Pilkada ini," ujarnya.

Seminar kerjasama MPR RI dan Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember ini menghadirkan Keynote Speaker Menkumham Yasonna H. Laoly dan Ketua MK Arief Hidayat dan pembicara Arif Wibowo (anggota Komisi II DPR), Supandi (Hakim MA), Ida Budhiati (Komisioner KPU) dan Widodo Ekatjahjana (Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember).

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler