Friday, 17 Syawwal 1445 / 26 April 2024

Friday, 17 Syawwal 1445 / 26 April 2024

MPR Ajak Akademisi Kaji Format Pilkada Serentak

Jumat 24 Apr 2015 11:15 WIB

Red: Dwi Murdaningsih

Pemilukada

Pemilukada

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pusat Kajian MPR mengajak akademisi dari Surabaya, Malang, dan Madura untuk mengkaji format pemilu/pilkada serentak. Hal ini menyikapi keputusan MK Tahun 2013 tentang pilpres dan pemilu serentak pada 2019.

"Kita perlu mengkaji pemilu presiden, DPR, DPD, hingga daerah secara serentak itu dari aspek 'cost' (biaya) dan 'benefit' (manfaat)," kata Kepala Pusat Kajian MPR Makruf Cahyono di Surabaya, Jatim, Kamis (23/4).

Di sela 'focus group discussion' (FGD) tentang 'Pemilu Serentak' yang dihadiri akademisi dari Unijoyo, Unitomo, Unair, Ubaya, Untag, UHT, Unisma, dan beberapa kampus lain. Ia ia mengakui MPR tidak bisa bekerja sendiri untuk memutuskan "nasib" negara ini.

"Karena itu, kita minta masukan kampus dan lembaga strategis lainnya, termasuk pusat studi di perguruan tinggi, mengingat asmasy atau aspirasi masyarakat meminta aspek ketatanegaraan kita lebih disempurnakan," ucapnya.

Didampingi Dekan Fakultas Hukum Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya Siti Marwiyah SH MH, ia mengatakan kajian masalah ketatanegaraan itu merupakan salah satu tugas MPR yang tertuang dalam UU 17/2014 tentang MD3. "Untuk kajian itu, kita mengajak serta kalangan perguruan tinggi, di antara pemilu serentak. Apakah pemilu serentak itu perlu bersama-sama antara pusat dan daerah, atau ada satu provinsi perlu pilkada serentak. Semuanya perlu dikaji dari aspek cost dan benefit untuk masyarakat, termasuk implementasi-nya," ujarnya.

Dekan Fakultas Hukum Unitomo Surabaya, Siti Marwiyah SH MH mengatakan format ideal tentang pemilu atau pilkada serentak itu perlu dikaji, karena kajian itu akan menjadi salah satu bahan untuk amandemen UUD. "Kajian itu menyangkut kesiapan KPU dan Bawaslu serta masyarakat. Kalau KPU dan Bawaslu mungkin hanya kesiapan teknis, tapi kesiapan masyarakat itu justru merupakan hal terpenting," ujarnya.

Menurut dia, masyarakat sesungguhnya belum sepenuhnya siap ketika ada perubahan sistem pemilu dari tidak langsung menjadi langsung dan akhirnya dari langsung menjadi serentak. "Kalau pemilu langsung saja belum siap, kok ada pemilu serentak. Partisipasi masyarakat kita dalam pemilu langsung saja masih rata-rata 60 persen, apakah pemilu serentak akan semakin turun atau meningkat," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya lebih setuju bila MPR mengajak kalangan perguruan tinggi untuk menyiapkan masyarakat melalui berbagai bentuk sosialisasi, sebab tanpa kesiapan masyarakat akan percuma saja. Diskusi selama dua jam itu dihadiri 23 perwakilan perguruan tinggi dari unsur hukum dan hukum tata negara, serta Makruf Cahyono (Kepala Pusat Kajian MPR), TB Sumandjaja dan Martin Hutabarat (pimpinan Badan Pengkajian Konstitusi MPR), dan Himawan Estu S (Kabiro Hukum Pemprov Jatim).

Sumber : antara
  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler