REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Indonesia menghadapi tantangan besar. Ketua Badan Sosialisasi MPR Ahmad Basarah mengungkapkan tantangan tehadap kebangsaan diidentifikasi oleh Ketetapan MPR. No. VI tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa telah menjadi kenyataan. Menurut Basarah, ancaman terrhadap kebangsaan kita, baik yang bersifat internal maupun eksternal sekarang ini sudah betul-betul nyata ada di depan mata.
"Pancasila dikepung oleh dua kekuatan ideologi besar yang membawa berbagai macam kepentingan ," ungkap Basarah dalam acara sosialisasi Empat Pilar MPR dengan metode outbound di hotel Singgasana, Surabaya, Jumat malam (3/4).
Dua kekuatan besar yang mengepung Pancasila, menurut Basarah, adalah fundamentalisme pasar dan fundamentalisme agama. Dalam kondisi seperti ini sebagian masyarakat mulai kehilangan jati diri. Mulai ada yang melirik ideologi alternatif. Survei yang dilakukan oleh Setara Institute menyebutkan bahwa 60 persen siswa SLTP dan SLTA di Jakarta setuju Pancasila diganti dengan ideologi lain.
"Ini luar.biasa," kata Basarah.
Menurut Basarah, hal ini bisa terjadi antara lain karena Pancasila di era Orde Baru dianggap sebagai tameng kekuasaan. Pancasia juga dianggap melakukan pembiaran terjadinya kekuasaan otoriter di era Orde Baru tersebut.
Perlakuan tehadap Pancasila di zaman Orde Baru tersebut mengakibatkan, setelah pemerintah pemerintah Orde Baru jatuh, maka lambat laun Pancasila mulai ditinggalkan. Para pejabat tidak berani lagi bicara tentang Pancasila. Dan, lebih parah lagi, Pancasila dicabut dari mata pelajaran pokok di sekolah.
Oleh karena itu, sosialisasi Empat Pilar MPR, Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, UUD. NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi. Negara dan ketetapan MPR, NKRI sebagai bentuk negara, Bhinneka Tunggal Ika sebagai simbol negara, menjadi penting. Tapi, sosialisasi seperti ini bukan untuk seremonial semata.
"MPR yang melaksanakan kegiatan sosialisiasi ini betul-betul untuk membentuk calon pemimpin bangsa," kata Basarah.