Jumat 21 Sep 2012 14:05 WIB

Foke Kalah 'Ngetop' Ketimbang Jokowi

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Karta Raharja Ucu
 Dua pasangan calon Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (kiri) dan Joko Widodo bersilaturahmi dengan jajaran Muspida DKI Jakarta di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (10/9).
Foto: Dhoni Setiawan/Antara
Dua pasangan calon Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (kiri) dan Joko Widodo bersilaturahmi dengan jajaran Muspida DKI Jakarta di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (10/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai mesin politik partai telah bekerja cukup efektif untuk memenangi pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo (Foke) dan Nachrowi Ramli (Nara). Namun kerja mesin politik itu ternyata tidak cukup untuk mengimbangi dan mengalahkan figur Joko Widodo (Jokowi) di masyarakat.

Padahal, Foke-Nara didukung mayoritas partai besar. Selain PPP, ada Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Sekjen PPP, M Romahurmuziy menjelaskan, ada beberapa hal yang mendukung hal tersebut. Pertama, dibandingkan putaran pertama, peningkatan suara Foke pada putaran kedua jauh lebih tinggi dibandingkan Jokowi.

''Dalam hitung cepat salah satu media cetak misalnya, yang memprediksi suara Foke 47 persen. Berarti Foke meningkat 13 persen dari putaran pertama yang dalam real count putaran pertama mendapatkan 34 persen. Bandingkan dengan Jokowi yang terhadap quick count yang sama diperkirakan meningkat sepuluh persen,'' katanya melalui pesan singkat, Jumat (21/9).

Kedua, lanjutnya, di hampir seluruh exit poll, tercatat Foke-Nara didukung lebih dari 60 persen pemilih yang berasal dari parpol pengusung. Bahkan, dukungan warga PPP terhadap Foke-Nara dalam exit poll sebuah lembaga survei tercatat lebih dari 80 persen.

Karenanya, ia yakin kalau ijtihad politik partai pada putaran kedua kepada Foke-Nara sudah sesuai dengan aspirasi pemilih partai berlambang Ka'bah tersebut. Sekaligus, juga menunjukkan mesin PPP bekerja efektif.

Ketiga, ia menilai, figur memiliki timbangan yang lebih besar di mata masyarakat ketimbang mesin partai politik. Khususnya pada pemilukada di wilayah dengan karakter masyarakat majemuk dan rasional, seperti DKI Jakarta.

Menurutnya, ini bukan hal baru. Karena pada Pemilukada Jawa Timur 2008, Khofifah, cagub yang diusung PPP dan partai non-parlemen yang totalnya hanya berjumlah 17 persen suara pun, berhasil mendapatkan hampir 50 persen pada putaran kedua.

''Meskipun karena manipulasi yang luar biasa akhirnya 'dikalahkan' pada putaran ketiga. Sekaligus membuat Jatim sebagai satu-satunya pilkada provinsi yang berlangsung hingga tiga putaran,'' ujar Ketua Komisi IV DPR tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement