Ahad 09 Sep 2012 19:26 WIB

Pengamat: Primordialisme Jadi Dasar Parpol Dukung Cagub

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Prof Iberamsjah
Foto: Antara
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Prof Iberamsjah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Iberamsjah mengatakan semua partai politik dalam menentukan calon yang akan diusungnya sebagai pimpinan nasional maupun daerah tentunya mempertimbangkan berbagai hal. Selain pertimbangan politik, pertimbangan lainnya pun menurutnya seperti primordial juga merupakan pertimbangan utama.

“Partai Demokrat dan partai-partai pendukungnya misalnya memilih pasangan Fauzi Bowo (Foke)-Nachrowi Ramli (Nara) jelas memiliki pertimbangan-pertimbangan politik, termasuk juga primordial. Begitu juga PDIP dan Gerindra dalam mendukung Jokowi-Ahok juga menggunakan unsur primordialisme,” ujar Iberamsjah di Jakarta, Ahad (9/9).

Hanya, kata dia, ada hal yang tidak dipertimbangkan oleh parpol pendukung Jokowi, yaitu rekam jejak. Menurutnya jika memang Jokowi itu dianggapi berhasil di Solo, maka menurutnya PDIP pasti mendorongnya untuk maju di Jawa Tengah dan bukan Jakarta.

“Tapi kan jadi terasa aneh ketika PDIP justru menganggap Jokowi orang yang paling baik untuk Jakarta. Memangnya permasalahan di Jawa Tengah lebih sulit dari Jakarta? Bukannya justru Jakarta harusnya dipilih orang yang terbaik. Jadi bisa saja ini seperti perjudian, menang syukur tidak menang juga tidak apa-apa buat PDIP,” imbuhnya.

Sementara untuk Ahok, dia melihat itu yang menjadi pertimbangan utama Ketua Dewan Pembinan Partai Gerindra, Prabowo Subianto adalah untuk mengesankan dia pro-minoritas, pro-etnis Tionghoa. “Dia ingin testing the watter, apakah isu dikaitkannya dirinya dengan peristiwa 98 dimana masyarkat Tionghoa menjadi korbannya sudah dilupakan orang. Nampaknya test yang dilakukannya berhasil,” tegasnya.

Analisa itu menurutnya didukung oleh fakta ketika Ahok yang bukan kader ataupun pengurus Partai Gerindra tiba-tiba saja dipilih untuk menjadi calon wakil gubernur. ”Kalau Gerindra partai terbuka dan demokratis, hal ini pasti akan menimbulkan gejolak dan kader Gerindra akan merasa terhina.” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement