Ahad 15 Jul 2012 18:45 WIB

Abaikan Tiga Kelompok Masyarakat, Survei Pilkada DKI Kecele

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Heri Ruslan
Jokowi and Ahok are leading in the first round Jakarta elections on Wednesday.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Jokowi and Ahok are leading in the first round Jakarta elections on Wednesday.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei yang dilakukan sebelum pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) DKI Jakarta berbanding terbalik dengan hasil penghitungan cepat yang menunjukkan keunggulan calon gubernur Joko Widodo (Jokowi) dari calon incumbent, Fauzi Bowo alias Foke.

Direktur Soegeng Sarjadi Sindicate (SSS), Totok Sugiarto, kesalahan hasil survei berbagai lembaga survei itu karena tidak mempertimbangkan suara dari tiga kelompok masyarakat di Jakarta.

"Sinyal rakyat ini tidak terdeteksi. Sehingga menjatuhkan citra lembaga survei yang dianggap dukun modern, menjadi hanya tukang ramal jalanan saja," kata Totok Sugiarto dalam acara diskusi 'Pilkada DKI Jakarta 2012, Menguatnya Rasionalitas Pemilih' di Taman Ismail Marzuki (TIM) Cikini, Jakarta, Ahad (15/7).

Totok memaparkan salah satu dari tiga kelompok masyarakat yang tidak diperhitungkan suaranya oleh lembaga-lembaga survei yaitu warga keturunan Tionghoa. Menurutnya suara dari warga keturunan Tionghoa cukup besar karena menempati kelompok suku terbesar ketiga di Jakarta yaitu sekitar enam persen, setelah Jawa dan Sunda.

Namun lembaga-lembaga survei tidak menjadikan warga keturunan tionghoa sebagai responden karena dengan rumah kerap berpagar tinggi menjadi sulit untuk ditemui. Selain itu warga keturunan Tionghoa juga masih ketakutan atau trauma jika menjadi responden survei.

Kelompok kedua yaitu para pemilih pemula dengan usia sekitar 17-20 tahun. Suara dari kelompok pemilih pemula ini juga sangat besar dan tidak bisa diremehkan. Sedangkan kelompok ketiga yaitu warga dengan profesi sebagai pedagang kaki lima (PKL).

"Di Jakarta banyak PKL dan mereka mencari program dari calon-calon gubernur yang dapat bersahabat dengan mereka. Jokowi dianggap sukses mewakili hal itu dalam menjabat sebagai Walikota Solo," jelasnya.

Selain tidak tertangkapnya suara dari tiga kelompok masyarakat ini, Totok juga menekankan adanya lembaga survei yang 'selingkuh' dengan salah satu calon gubernur dan berkepentingan untuk mempublikasikan hasil surveinya. Menurutnya tidak masalah jika ada lembaga survei yang menjadi konsultan pribadi salah satu cagub, namun hasilnya tidak perlu dipublikasikan kepada masyarakat.

Hasil survei dari konsultan ini dapat menjadi parameter dan sebagai evaluasi untuk menyusun strategi berikutnya. Namun lembaga survei yang merangkap jadi konsultan pribadi ini malah mempublikasikan dan berharap dapat mempengaruhi masyarakat dan memenangkan calonnya.

"Tapi pemilih di Jakarta sudah tidak terpengaruh hasil survei. Mereka sudah rasional, smart, dan otonom," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement