Jumat 20 May 2016 14:00 WIB

HARI KEBANGKITAN NASIONAL- Dari Sebuah Kelas di STOVIA

Red:

Wajah Hermawan (40 tahun) berseri-seri ketika mengamati koleksi alat-alat kedokteran di Museum Kebangkitan Nasional, Rabu (18/5). Pagi itu, Hermawan sedang menemani putranya, Esha (10), berkeliling di museum yang menjadi tempat lahirnya organisasi pergerakan nasional pertama Indonesia, Boedi Oetomo, 108 tahun silam.

Hermawan tampak antusias membacakan keterangan yang menyertai setiap koleksi alat kedokteran antik itu kepada Esha. Sesekali dia memberi sedikit contoh penggunaan alat kedokteran dalam konteks saat ini.

Pria yang lahir dan besar di Jakarta itu tak pernah menyangka koleksi di Museum Kebangkitan Nasional begitu menarik. Meski sejak lama mengetahui keberadaan museum, kunjungan pada Rabu menjadi yang pertama kalinya bagi Hermawan.

Namun, saat disinggung tentang sejarah kebangkitan nasional yang berawal dari museum itu, Hermawan mengaku tidak tahu. Hal serupa juga diungkapkan Suryani (38) yang mendampingi Rahmania (6) berekreasi ke Museum Kebangkitan Nasional pada Rabu siang. Sejauh pemahaman Natalia, museum itu hanya tempat menyimpan benda sejarah saksi kebangkitan nasional.

Bangunan Museum Kebangkitan Nasional terletak di Jalan Abdul Rachman Saleh 26. Dulunya, museum itu adalah gedung School tot Opleiding van Inlansche Artsen (STOVIA) atau sekolah kedokteran bumiputra. Dari depan museum, bangunan yang didirikan dan dibangun selama dua tahun (1899-1900) itu tampak kokoh berdiri.

Museum bergaya arsitektur neoklasik dengan dinding tebal dan bentuk bangunan serbasimetris. Kondisi muka museum tidak berubah sama sekali sejak gedung STOVIA dibangun.

Memasuki museum, pengunjung langsung diarahkan kepada deretan gambar para tokoh kebangkitan nasional. Ada dr Cipto Mangunkusumo, dr Sutomo, dr Wahidin Sudirohusodo, hingga Sukarno yang ditampilkan dalam repro foto hitam putih, lengkap dengan penjelasan peran mereka.

Menurut keterangan petugas, ada dua tema display di Museum Kebangkitan Nasional, yakni perjalanan gerakan kebangkitan nasional dan sejarah kedokteran modern di Indonesia.

Berbelok ke kiri gedung akan ditemui ruang pengenalan audio visual. Di ruang ini, ada pemutaran film sejarah kebangkitan nasional. Di samping ruangan itu berjajar vitrin sejarah kebangkitan nasional. Informasi proses kebangkitan nasional dipaparkan secara lengkap dengan visualisasi lukisan tokoh, repro foto peristiwa sejarah, dan grafik pembabakan peristiwa sejarah.

Informasi dimulai dengan penjelasan mengenai ide penerapan politik etis oleh gubernur jenderal Hindia Belanda saat itu, Van de Venter. Gagasan politik berupa balas budi bagi masyarakat daerah jajahan dalam bentuk pendidikan, irigasi, dan kesehatan ini menandai masuknya sistem pendidikan ala Barat ke Indonesia.

Sekolah Dokter Jawa yang kemudian berkembang menjadi STOVIA merupakan salah satu pendidikan tinggi kedokteran pertama yang digagas Pemerintah Hindia Belanda. Kebijakan Belanda inilah yang pada akhirnya memicu 'perlawanan' dari kelompok priyayi muda yang kebetulan sedang bersekolah di STOVIA.

Jika pengunjung bosan mengamati koleksi museum, taman yang berada di tengah-tengah bangunan museum dapat menjadi alternatif. Taman berumput hijau yang tertata baik itu ditumbuhi tanaman perdu, tumbunan palem, dan beberapa jenis pohon buah yang memberi kesan sejuk. Suasana di dalam kompleks bangunan museum pun tenang.

Sayangnya, tidak semua koleksi di museum ini terawat baik. Di perpustakaan museum, tampak buku-buku yang kurang terawat.

Kepala Museum Kebangkitan Nasional Tjahjopurnomo mengatakan, ada dua pendapat mengenai lokasi deklarasi Boedi Oetomo. Pendapat pertama adalah ruang deklarasi berada di laboratorium (seperti yang selama ini disebutkan informasinya oleh pemandu museum). Pendapat kedua, ruang deklarasi berada di ujung kanan, yakni tempat yang kini dijadikan ruang display alat kedokteran.

"Sementara, kami masih menggunakan informasi bahwa laboratorium menjadi lokasi pendirian Boedi Oetomo. Untuk mengkaji lebih lanjut, kami perlu bantuan para konservator. Saat ini, kami baru memiliki satu tenaga konservator," lanjut Tjahjo.

Padahal, katanya, minimal ada dua konservator yang harus ada di museum. Selain itu, museum juga harus memiliki dua orang tenaga kurator, empat orang edukator, dan ahli tata letak. Saat ini, Museum Kebangkitan Nasional baru memiliki satu kurator dan dua edukator resmi.

Museum Kebangkitan Nasional tetap rutin melaksanakan kegiatan edukasi untuk siswa dan masyarakat. Selain pameran, pihak pengelola museum juga menyediakan lokasi latihan bagi siswa-siswi paskibra. Setiap 20 Mei, para pengelola dan warga setempat rutin melakukan upacara bendera memperingati Hari Kebangkitan Nasional.

Tjahjo menegaskan, apa pun kondisinya, pihaknya ingin gedung Museum Kebangkitan Nasional tetap menjadi sumber pembelajaran bagi masyarakat sekitar dan masyarakat luas. Oleh Dian Erika Nugraheny, ed: Stevy Maradona

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement