Ahad 29 Nov 2015 13:00 WIB

BILA PRESTASI ANAK JEBLOK

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,BILA PRESTASI ANAK JEBLOK

Prestasi anak yang buruk belum tentu karena dia bodoh dan pemalas. 

Sebut saja namanya Alexa. Sudah duduk di kelas tujuh, tulisan tangan bocah itu sama sekali tak bisa di baca.

Meski sudah dibantu dengan kom - puter untuk mengetik tugas- tugasnya, ia tetap saja mengetik ber - bagai kata dengan pengejaan kata yang keliru.

Kasus itu pernah ditemukan konsultan sekaligus spesialis pedagogi klinis anak, Adi D Adinugroho-Horstman, saat masih bekerja di klinik sekolah di Amerika. Orang awam mung kin menilai anak seperti Alexa sebagai anak yang malas sehingga ia tak kunjung pandai me - nulis dengan benar. Orang tua tak jarang meng - hubungkan prestasi akademis anak yang kurang baik dengan perilaku malas dan nakal. Padahal, ada banyak faktor yang dapat melatarbela kanginya.

Gangguan menetap Ahli neurologi anak Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Siti Aminah, mengatakan, gangguan belajar spesifik atau yang juga dikenal dengan specific learning disability/SLD merupakan sebuah kelainan perkembangan saraf pada anak karena adanya gangguan neurobiologi dalam susunan saraf pusat anak.

Akibatnya, anak tidak bisa mencapai kemapuan seperti anak seusianya dalam kemampuan membaca, menulis, atau menghitung.

Anak berprestasi akademis kurang baik dapat dicurigai menderita SLD ketika ia dalam kondisi normal. Maksudnya, si anak tidak memiliki gangguan penglihatan, pendengaran, dan motorik, gangguan kognisi serta gangguan emosional yang dapat memengaruhi proses anak dalam menyerap informasi. Seorang anak juga baru bisa dicurigai menderita SLD ketika prestasinya terhambat akan tetapi ia tidak mengalami gangguan dari segi budaya, ling - kungan, ataupun ekonomi dalam proses belajar.

Menurut Aminah, gangguan neurobiologi yang menyebabkan anak menderita SLD dipengaruhi oleh setidaknya dua hal, yaitu faktor genetik dan faktor toksikologi. Selain itu, gangguan neurobiologi ini juga dapat terjadi akibat adanya infeksi yang memengaruhi perkembangan otak anak. 

Gangguan neurobologi ini, lanjut Aminah, dapat terjadi pada anak saat dalam kandungan, ke lahiran, atau setelah kelahiran. \"(SLD) meru - pa kan gangguan menetap (tidak dapat dihi lang - kan),\" terang Aminah di Gedung Dewi Sartika Universitas Negeri Jakarta belum lama ini.

Salah satu jenis gangguan belajar dalam SLD ialah disleksia. Disleksia, lanjut Aminah, merupakan kondisi defisit dalam membaca pada anak yang menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam mengenal kata secara akurat dan lancar. Berbeda dengan kesulitan membaca yang disebabkan faktor eksternal, Aminah mengatakan, disleksia terjadi pada anak karena adanya gangguan hubungan daya ingat dan pemrosesan sentral pada otak anak. 

Ada lagi diskalkuli atau gangguan belajar terkait dengan angka. Anak tidak dapat menghitung serta memahami bilangan. Hal ini, terang Aminah, terjadi karena pembentukan sirkuit matematis dalam otak anak tidak cukup akibat faktor genetis. 

Aminah menyebutkan, disfasia perkembangan merupakan jenis lain dalam gangguan belajar. Anak tersebut mengalami gangguan dalam berbicara. `\'Kemampuan berbicara anak yang bersangkutan tertinggal pada aspek pengertian bahasa serta bahasa yang mereka ucapkan,\'\' kata dia.

Meski gangguan-gangguan belajar pada anak SLD ini bersifat menetap, Aminah menga - takan, mereka tetap memiliki kesempatan untuk belajar secara optimal. Yang dibutuhkan para anak dengan SLD ialah metode belajar yang strategis. 

Anak dengan SLD membutuhkan bantuan dari dokter, psikolog, terapis dan juga guru untuk bisa memaksimalkan capaian prestasi mereka. \"Jangan cepat mendeteksi anak sebagai pemalas atau bodoh saat prestasi rendah. Cari tahu penyebabnya,\" pesan Aminah.

Trik memudahkan Konsultan sekaligus spesialisasi pedagogi klinis anak Adi D Adinugroho-Horstman mengatakan, gejala SLD pada anak paling mudah diamati ketika anak duduk di bangku kelas II SD hingga kelas IV SD. Dalam melakukan pendeteksian, Adi juga mendorong orang tua untuk secara aktif mengobservasi anak. Orang tua harus dapat membedakan apakah kesulitan belajar anak dipengaruhi oleh gangguan indra, kognitif dan lingkungan, atau mengarah pada SLD.

Semua pengamatan dan observasi yang dilakukan orang tua, lanjut Adi, perlu didoku - mentasikan dan dicatat datanya. Dengan begitu, orang tua akan lebih mudah melakukan diskusi lebih lanjut dengan guru atau tenaga ahli terkait gangguan belajar yang dialami oleh anak.

Adi juga mengatakan, ada satu trik khusus untuk memudahkan anak dengan SLD menyerap informasi. Trik tersebut, lanjut Adi, ialah transformative learning, yaitu guru atau orang tua meminta anak untuk menjelaskan kembali pemahamannya terhadap subjek yang diajarkan. Adi mengatakan, metode ini dapat mempermudah anak memasukkan informasi yang ia dapatkan ke dalam memori jangka panjang (long term memory). \"Karena anak dengan SLD memiliki short time memoryyang lemah,\" jelas Adi.

Trik pembelajaran transformatif ini, jelas Adi, harus diulang sebanyak delapan kali saat sebuah subjek diajarkan kepada anak. Upaya penguatan terhadap informasi baru tersebut juga harus kembali dilakukan dalam waktu kurang dari 48 jam. Setelahnya, Adi menga - takan, guru atau orang tua harus mengarahkan anak agar bisa mengaitkan pemahaman barunya dalam kurun waktu yang juga kurang dari 48 jam.

Emosi anak Psikolog dari Universitas Padjadjaran, Indun Lestari Setyono, mengatakan, anak dengan SLD memiliki pola berpikir yang tidak terstruktur dan tidak tertata. Hal ini, lanjut Indun, bisa membuat capaian prestasi akademis anak terhambat jika tidak ditangani dengan baik.

Selain itu, SLD yang diderita anak juga dinilai Indun dapat memengaruhi emosi anak.

Anak dengan SLD, lanjut Indun, kerap memiliki persepsi atau pemahaman yang kurang baik.

Ini akan membuat anak dengan SLD merasa tidak didengarkan oleh teman-teman sebayanya. \"Pengaruh terhadap emosi ini sebagai akibat,\" ungkap Indun.

Indun juga menambahkan, gejala SLD pada anak mulai dapat terlihat ketika anak memasuki jenjang TK. Biasanya, lanjut Indun, anak dengan SLD akan mengalami kesulitan berbahasa atau menyanyi meskipun ia memiliki keinginan untuk belajar. Oleh karena itu, Indun menyarankan, jika orang tua mulai menemukan gejala SLD pada anak, ada baiknya orang tua segera mengunjungi dokter spesialis neurologi anak untuk didiagnosis terlebih dahulu. (c01, ed: nina chairani)

Cara Mudah Mengenali SLD

Jika anak Anda mengalami masalah dalam prestasi akademisnya dan memiliki kriteria berikut ini, Anda patut curiga jika anak Anda menderita SLD.

1. Anak tidak bisa mencapai kemampuan berbahasa, membaca atau menulis, dan berhitung sesuai dengan kemampuan anak seusianya.

2. Anak memiliki kemampuan kognitif yang normal, dalam arti IQ-nya tidak di bawah rata-rata.

3. Anak tidak mengalami gangguan indra seperti gangguan penglihatan, pendengaran, dan motorik dalam belajar.

4. Anak tidak memiliki gangguan emosional.

5. Tidak ada faktor budaya, lingkungan, dan ekonomi yang menghambat proses belajar anak.

6. Sistem pengajaran biasa tidak membantu anak meningkatkan pemahamannya. (c01)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement