Sabtu 11 Jul 2015 16:10 WIB

Nobel Sebagai Tujuan

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, Di usianya yang ke-25 tahun, Akademi Ilmu Pengetahu an Indonesia (AIPI) meluncurkan sejumlah program untuk memacu peningkatan mutu dan kapasitas keilmuan di Indonesia. Salah satunya, Indonesian Science Fund (ISF) sebagai sebuah ba dan otonom yang menyediakan dana hibah kompetitif untuk keperluan riset. Menurut Wakil Ketua AIPI Satryo Soemantri Brodjonegoro, ISF akan mendanai riset bidang apa pun selama itu berpeluang menghasilkan temuan baru yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

"Makanya, mesti yang benar-benar excellence, bukan yang bikin prototipe. Itu biar Kemenristek yang mengerjakan prototipe, atau bisnis," kata Satryo saat ditemui Republika seusai acara peluncuran ISF di Hotel Aryaduta, Jakarta, belum lama ini.

Untuk itu, ISF memburu dan meng ajak ilmuwan-ilmuwan Indo nesia yang terkenal unggul serta konsisten menekuni bidang ke ilmu an - nya masing-masing. Dana awal ISF sebesar Rp 400 miliar akan ditambah pula dalam waktu dekat ini oleh bantuan donor dari sejumlah badan internasional, semisal US-AID, Australian Aids, dan sebagainya.

Menurut guru besar Institut Teknologi Ban- dung (ITB) ini, AIPI sendiri sudah memiliki daftar nama-nama ilmuwan dan peneliti unggulan dari Tanah Air. Meski jumlah mereka tidak kurang dari 200 orang, Satryo menuturkan, kualitas para ilmuwan ini sudah level internasional. "Bidang apa saja. Sosial boleh, fisika juga boleh. Antropologi boleh," sambung dia.

Satryo menegaskan, yang ditunggu-tunggu oleh ISF bukan semacam proposal riset yang berujung pada pemerolehan paten atau pembuatan prototipe barang tertentu yang bertujuan komersial. Ada tujuan yang lebih luhur daripada itu. Guru besar pada Toyohashi University of Technology Japan ini mene kan kan, ISF menanti proposal basic researchyang mampu memberikan temuan, terobosan, atau fenomena baru terkait perkembangan suatu bidang ilmu. "Kita tidak cari penelitian untuk prototipe. Ini bukan proyek," ucap Satryo.

Satryo menambahkan, AIPI merancang program badan otonom ISF ini semata-mata agar nama Indonesia lebih mencuat dalam kancah ke ilmu an dunia. Menurut dia, sudah saatnya Indonesia mempersembah kan putra-putri terbaiknya ke dalam nominasi peraih penghargaan Nobel dalam bidang sains, baik itu fisika, kimia, fisiologi/kedokteran, maupun ekonomi. "Kita targetnya punya peraih hadiah Nobel dari Indonesia. Itu tujuannya."

ISF tidak menargetkan batas waktu terwujudnya impian itu. Namun, jelas Satryo, ada banyak peneliti dari Indonesia yang telah berkiprah luar biasa di bidang keilmuan secara global. Nama mereka dia akui memang cenderung redup di Tanah Air lantaran Indonesia ma sih belum bisa menyediakan fasilitas dan skema pendanaan riset yang mumpuni.

Maka, kata lulusan University of California Berkeley ini, tidak meng herankan bila para ilmuwan dan pe neliti unggul asal Indonesia terpaksa memilih bekerja di luar negeri. Di sana setidak-tidaknya nafkah mereka terjamin sebagai ilmuwan semata. "Orang kita banyak yang pintar-pintar lho. Tapi, kalau enggak diurus, ya, begitu. Dia pindah ke mana-mana. Diaspora itu ya karena itu. Di sini (Indonesia) kokenggak kondusif untuk meneliti," ujar dia.

Lantaran itu, Prof Satryo meng imbau agar para ilmuwan Indonesia yang cemerlang merasa tertantang untuk mengikuti program ISF. Dengan adanya badan dana penelitian otonom seperti ISF, diharapkan muncul temuan-temuan baru yang membawa harum nama Indonesia. Hal ini hanya bisa terjadi bila semangat nasionalisme para ilmuwan dan peneliti Tanah Air ditunjang dengan kesediaan pemerintah untuk mendukung sepenuhnya mereka. c14, ed: Andri Saubani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement