Rabu 26 Oct 2016 18:15 WIB

Lahan Kedubes Inggris Tunggu Sertifikat

Red:

JAKARTA -- Rencana pembayaran lahan eks Kedutaan Besar (Kedubes) Inggris di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, masih terus berproses. Saat ini, Dinas Pertamanan dan Pemakaman (Distankam) DKI Jakarta masih menunggu pembaharuan blangko sertifikat lahan.

Kepala Distankam DKI, Djafar Muchlisin, mengatakan, blangko sertifikat lahan itu menggunakan jenis kertas pada tahun 1961. Sehingga, Badan Pertanahan Nasional (BPN) meminta perwakilan Kedubes Inggris untuk mengajukan penggantian surat ke format terbaru lebih dahulu. Untuk mengurus proses itu, tentu membutuhkan waktu cukup lama. "Jadi di BPN dokumennya kan harus dicap dulu, nah itu tidak bisa karena blangko sertifikatnya belum diperbaharui, padahal ini memakan waktu hingga 45 hari," ujarnya di Jakarta, Selasa (25/10).

Djafar mengaku, Distankam sudah mendesak agar Kedubes Inggris melalui kuasa hukum mempercepat hal tersebut. Sebab, melihat pembelian lahan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2016 maka prosesnya harus tidak boleh lama. Dia ingin menuntaskan pembelian lahan itu sesegera mungkin. "Jadi ada penundaan secara waktu karena harus mengurus hal tersebut lebih dahulu, namun kita upayakan percepatan pembelian lahan tersebut karena sudah diajukan anggaran di APBD perubahan 2016," ujarnya.

Djafar mengatakan, jika semua dokumen pembelian sudah lengkap maka pembayaran baru bisa dilakukan. Namun, jika dokumennya belum lengkap, Distankam tentu tidak bisa mengeluarkan anggaran. Saat ini, dia mengklaim anggaran untuk pembelian lahan tersebut tinggal dicairkan. "Anggaran untuk pembelian lahan eks Kedubes Inggris itu sudah kami siapkan, jumlahnya sebesr Rp 480 miliar. Tapi kami masih kelengkapan dokumennya lebih dahulu," ujarnya.

Dia menuturkan, sebenarnya sudah ada kesepakatan antara Pemprov DKI dan Kedubes Inggris terkait rencana pembayaran lahan seluas 4.185 meter persegi itu, dengan harga rata-rata melebihi Rp 100 juta per meter persegi. Namun, karena persoalan administrasi tidak kunjung beres, kesepakatan tidak kunjung tercipta. "Sudah ada kesepakatan untuk pembayaran lahan tersebut yang kami buat dengan pihak Kedubes Inggris. Namun, semua dokumen yang diminta harus lengkap, tidak boleh ada yang tercecer," kata Djafar.

Dia melanjutkan, rencana pembelian lahan eks Kedubes Inggris tersebut sebenarnya sudah ada sejak Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta. Karena itu, Djafar membantah rencana pembelian itu baru diinisiasi pada era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. "Sebetulnya, rencana kami untuk membeli lahan itu sudah ada sejak lama, sejak zaman Pak Jokowi. Sekarang sudah berjalan tiga tahun dan prosesnya masih belum selesai. Makanya sekarang kami kebut," ujarnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Saefullah menjelaskan, pembelian lahan eks Kedubes Inggris itu sudah melalui proses yang cukup panjang. Dia menuturkan, lahan tersebut dibeli dengan melibatkan sejumlah pihak, termasuk Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kedubes Inggris. Dia mengatakan, sebagian lahan itu akan diperuntukkan bagi para pendemo yang ingin menyampaikan aspirasinya di ruang publik. Dengan begitu, di Jakarta bakal ada taman aspirasi kedua jika di Kedubes Inggris jadi dibangun. "Apalagi itu akan digunakan untuk tempat menyampaikan pendapat seperti yang sudah dibangun di depan Istana Negara," ujarnya, belum lama ini.

Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI, Triwisaksana, mengatakan, pembahasan pembelian lahan eks Kedubes Inggris itu sebenarnya sudah rampung sejak bulan September lalu. Setelah melalui pembahasan cukup panjang, Banggar DPRD DKI mengalokasikan anggaran untuk pembelian lahan tersebut di APBD DKI 2016. Menurut dia, anggaran pembelian lahan itu dimasukkan ke dalam item penambahan ruang terbuka hijau (RTH).

DPRD DKI mendukung upaya Pemprov DKI menambah RTH di Ibu Kota menjadi 30 persen total wilayah. Saat ini, RTH di DKI baru mencapai 9,98 persen dari total luas atau setara 6.309,90 hektare. "Alokasi dana sebesar Rp 1 Triliun untuk RTH kita setujui. Kita serahkan kembali kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) DKI," katanya.      berita jakarta/antara, ed: Erik Purnama Putra

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement