Kamis 29 Sep 2016 18:00 WIB

Jessica Kerap 'Tidak Ingat'

Red:

JAKARTA – Terdakwa kasus "kopi sianida" Jessica Kumala Wongso, mendapat giliran berkisah tentang kesaksiannya di meja nomor 54 Kafe Olivier, Grand Indonesia, Rabu (6/1). Kala itu, Jessica duduk bersama Wayan Mirna Salihin dan Heni Juwita dengan memesan menu es kopi vietnam.

Sayangnya, Jessica tidak bisa mengingat kejadian penting di seputar meja nomor 54. Dia kerap mengulang kata "tidak ingat" dan "tidak memperhatikan". Salah satu di antara kejadian penting itu adalah terkait pemindahan tas kertas (paper bag) yang ada di atas meja.

"Saya tidak ingat memindahkannya secara terperinci. Saya menyentuh, iya, tetapi saya tidak merasa menyusunnya secara sengaja. Yang saya ingat benar adalah ada paper bag di meja, kemudian ada di belakang kursi," ujar Jessica dalam sidang ke-26 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/9).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ardito Muwardi kemudian mencecar kembali terdakwa mengenai apa saja yang dilakukannya selama menunggu kedatangan Mirna dan Hani. Saat pertemuan dengan agenda reuni tersebut, Jessica memang orang yang pertama datang. Dia mengaku hanya melihat pemandangan sekitar, menu, dan bermain telepon genggam selama menunggu kedatangan teman-temannya. "Rileks saja saya menunggu," tutur Jessica.

Pun ketika Ardito menanyakan urutan menu apa saja yang datang, ia juga tidak mengingatnya. Salah satu yang diingat Jessica adalah aroma kopi es vietnam yang sedang dituang pelayan di hadapannya. Namun, ia tidak melihat ada yang aneh pada kopi tersebut. "Aroma kopinya strong banget," kata Jessica.

Dia pun menolak dianggap memindahkan paper bag untuk menghalangi kopi. Jessica menyatakan tidak memindahkan kopi es vietnam yang ada di hadapannya, termasuk tidak menyentuh sedotan kopi tersebut. Hal itu berbeda dengan keterangan beberapa saksi dari pihak JPU yang menyatakan posisi sedotan sudah ada di dalam gelas ketika korban meminum kopinya.

Jessica juga menjelaskan mengenai kedatangannya di Kafe Olivier yang lebih cepat dari waktu waktu bertemu, yaitu pukul 17.00 WIB. Dia merasa itu bukan hal yang aneh. Ia hanya ingin menghindari kemacetan. "Sewaktu makan siang, ayah mengatakan kepada saya bahwa jika berangkat dari Sunter, Jakarta Utara (rumah Jessica—Red), bisa terjebak three in one. Jadi, saya memilih berangkat lebih pagi," katanya.

Jessica tidak menggunakan transportasi umum karena tidak terlalu mengenal situasi transportasi publik di Indonesia. Ia juga tidak berani mengendarai mobil sendiri karena tidak memiliki SIM Indonesia. Alasan itu yang membuatnya diantarkan ayahnya saat pergi ke Grand Indonesia dan tiba pukul 16.00 WIB lalu memesan menu dua gelas cocktail dan segelas kopi es vietnam.

"Saya memesan dua cocktail karena tertarik dengan promo beli satu gratis satu. Dan saya memesan kopi es vietnam untuk Mirna," ujar Jessica. Terkait tindakannya menutup pembayaran (close bill), Jessica mengaku melakukannya sesuai dengan kebiasaan yang dilakukannya di Australia.

Berdasarkan rekaman CCTV yang diputar di pengadilan pada beberapa persidangan sebelumnya, Jessica terlihat masuk ke Kafe Olivier pada pukul 15.30 WIB waktu CCTV, lalu memesan tempat di bagian reservasi dan keluar pada pukul 15.32 WIB, berbeda dengan kesaksian Jessica di pengadilan.

Pukul 16.14 WIB, Jessica kembali dengan tiga tas kertas di tangan, tepatnya di tangan kiri. Kemudian, pada pukul 16.18 WIB terdakwa melakukan pembayaran. Pada 16.24 WIB, karyawan Olivier, Agus Triono, datang ke meja nomor 54 untuk mengantarkan pesanan kopi es vietnam dan menyajikannya di hadapan Jessica selama kurang lebih tiga menit.

Pukul 16.27 WIB, karyawan Kafe Olivier lainnya, Marlon, muncul membawa dua gelas cocktail, masing-masing sazerac dan old fashioned. Berdasarkan keterangan saksi dari Olivier, jenis cocktail tersebut memiliki kandungan alkohol tinggi.

Sebelumnya, JPU membacakan kesaksian Kristie Louis Carter, atasan terdakwa ketika bekerja di New South Wales Ambulance, Australia. Kristie mengenal Jessica sejak 2014 ketika mulai bekerja sebagai desainer grafis perusahaan tersebut. Direktur pemasaran di New South Wales Ambulance tersebut menilai, Jessica memiliki dua kepribadian yang berbeda.

"Di satu sisi, dia baik dan murah senyum, namun bisa tiba-tiba marah jika ada orang yang tidak menuruti kemauannya. Jessica juga licik dan kerap mengada-ada untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya," ujar Kristie seperti yang tertuang dalam BAP yang dibacakan JPU.

Ahli hukum pidana Muzakir menyoroti tentang motif dalam kasus dugaan pembunuhan berencana atas Mirna dengan terdakwa Jessica. Menurut Muzakir, yang dihadirkan sebagai saksi ahli untuk terdakwa, motif adalah alasan dari terjadinya tindakan pidana. "Tanpa motif, tidak ada tindakan pidana," ujarnya.

Dia mengatakan, pembunuhan berencana selalui diawali motif dan adanya niat. Kemudian, pelaku menyusun sebuah perencanaan dan melaksanakannya. "Tidak mungkin seorang terdakwa merancang pembunuhan tanpa motif," kata Muzakir.

Terdakwa Jessica sendiri didakwa pembunuhan berencana sesuai pasal 340 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati. Namun, hingga kini belum terlihat motif pasti di balik pembunuhan Mirna. Satu-satunya motif kuat adalah kesaksian dari suami Mirna, Arief Soemarko, yang dalam kesaksiannya mengatakan Jessica sakit hati atas ucapan Mirna yang menasihati hubungannya dengan kekasih.     antara, ed: Erik Purnama Putra

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement