Kamis 25 Aug 2016 18:00 WIB

Ahok Marahi Wali Kota

Red:

JAKARTA -- Tindakan Wali Kota Jakarta Barat (Jakbar), Anas Effendi, yang mengeluarkan surat peringatan ketiga (SP 3) untuk warga RW 02 Kelurahan Mangga Besar, Tamansari, Jakbar mendapat sorotan atasannya. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, murka dengan tindakan Anas yang lebih memilih menggusur warga di Mangga Besar daripada memperbaiki kawasan Kota Tua.

Ahok mengingatkan, penggusuran memang menjadi otoritas pemerintah kota (pemkot) setelah adanya keputusan tetap dari pengadilan. Namun, ia menganggap, penggusuran di permukiman warga Mangga Besar bukanlah prioritas, karena lahan tersebut milik perorangan, bukan milik negara. Karena itu, ia heran mengapa anak buahnya itu mau mencampuri urusan penggusuran warga.

"Menurut saya, ngapain sih iseng gitu loh. Orang sudah tentram bukannya didamaiin, (malah) ngancem. Sedangkan (jalur) inspeksi, semua gak lu beresin, (kawasan) Kota Tua ga lu beresin," kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Rabu (24/8).

Setelah Ahok mengultimatum Anas, penataan kawasan Kota Tua yang dipenuhi pedagang kaki lima (PKL) baru dilakukan mulai Rabu sore. Dia pun menuding Anas membantu bosnya yang hendak memanfaatkan lahan di Mangga Besar. Meski begitu, Ahok tidak menjelaskan, siapa bos yang memerintahkan Anas untuk menggusur lahan milik warga itu.

"Kalau enggak ada kasus Glodok, Kota Tua lu diemin. Bantu orang, bos mana lu bantuin? Makanya gak bener luh," ucap Ahok.

Lahan di belakang Glodok Plaza, Mangga Besar, menuai konflik setelah warga mengklaim menempati lahan itu sejak 1928. Warga merasa berhak menempati lahan tersebut karena sudah secara turun-temurun diwariskan. Karena itu, mereka menolak ketika Pemkot Jakbar ingin menggusur kawasan tersebut.

Sementara itu, Wali Kota Jakbar, Anas Effendi, sulit dihubungi ketika dimintai konfirmasi perihal kasus sengketa lahan di Mangga Besar. Republika telah mencoba menghubungi lewat pesan singkat maupun sambungan telepon. Bahkan ketika sambungan telepon sempat diterima Anas, ia malah mematikan sambungan tanpa sempat memberi komentar.

Camat Tamansari, Paris Limbong menyatakan, warga yang tinggal di belakang Glodok Plaza tak berhak memperoleh sertifikat girik. Sertifikat jenis tersebut merupakan bukti kepemilikan lahan yang ditujukan bagi warga yang telah menempati lahan selama setidaknya 20 tahun.

Paris mengklarifikasi soal klaim warga mengenai kepemilikan sertifikat girik tersebut. Menurut dia, sertifikat itu hanya diberikan kepada warga yang menempati lahan negara, bukan lahan milik perorangan. Karena itu, ia balik bertanya, dari mana warga Mangga Dua bisa punya sertifikat girik jika mengklaim menempati tanah leluhurnya.

"Warga tinggal sudah lama, tapi mereka itu bukan menduduki tanah negara, jadi mereka gak berhak dapat surat girik. Karena itu kan tanah punya peorangan," katanya.

Paris mengungkapkan, sebelum Pemkot Jakbar mengeluarkan SP 1, sudah diadakan mediasi yang diikuti warga setempat. Tetapi, warga terlihat enggan menghadiri proses yang dilakukan dari tingkat kelurahan hingga kecamatan itu. "Kita sudah pernah adakan mediasi sekitar tiga bulan lalu di tingkat kelurahan sama warga, habis itu juga pernah mediasi di kantor Pak Wali Kota, tapi warga gak kooperatif. Warga enggak pernah datang," ujarnya.

Anggota Komisi A DPRD DKI, Gembong Warsono, berharap ada solusi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak terhadap masalah lahan di Mangga Besar. Dia mengatakan, persoalan lahan di sana terjadi antara pemilik dengan masyarakat yang telah lama mendiami lahan tersebut. Padahal, berdasarkan keterangan awal yang diperolehnya di lapangan, pemilik yang sah sudah mempunyai sertifikat atas lahan tersebut.

"Ceritanya, sementara yang kita dapat tanahnya itu sudah bersertifikat, tapi ditempati pihak ketiga berpuluh-puluh tahun," kata Gembong.

Politikus PDIP tersebut meminta pihak pemilik lahan dan warga mengedepankan musyawarah dalam mencari solusi persoalan itu. Dia berharap, Pemkot Jakbar dapat memfasilitasi pertemuan kedua pihak dan ikut proaktif mendamaikan pihak yang bersengketa.

"Nah, ini penyelesaiannya harus duduk bareng, pemerintah daerah harus bantu fasilitasi jadi mediator agar terjadi pertemuan win-win solution bagi kedua pihak, jangan saling ada yang dirugikan," ujarnya.

Gembong juga tidak ingin ada penggusuran bagi warga yang telah menempati lahan di sana. Sebab, kenyataannya warga telah secara turun-temurun menjadikan lahan di Mangga Dua sebagai tempat tinggal.

"Secara de facto, masyarakat puluhan tahun menempati. Tapi yang muncul di permukaan, Pemkot Jakbar mem-back-up penggusuran, kita dalami dulu supaya paham persoalannya," jelasnya.    rep: Rizky suryarandika, ed: Erik Purnama Putra

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement