Rabu 24 Aug 2016 16:00 WIB

Imigrasi Tangkap Dua Biksu Palsu Asal Cina

Red:

Tim pengawasan dan penindakan Kantor Imigrasi Jakarta Barat menangkap dua biksu gadungan, pada Kamis (18/8). Dua orang asal Cina tersebut menyamar menjadi biksu dengan meminta-minta dari rumah ke rumah. Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Barat, Abdulrahman, mengatakan, dua orang itu telah menyalahi izin masuk ke Indonesia.

Menurut dia, kasus adanya biksu palsu itu bukanlah yang pertama kali. Petugas Imigrasi juga pernah menangkap beberapa biksu palsu pada 2006. Abdulrahman menilai, munculnya biksu palsu itu merupakan fenomena yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

"Biksu gadungan sudah beroperasi di seluruh Indonesia sejak tahun 2006, 2009, 2011, 2012, dan 2016 yang tertangkap di tahun 2006 juga ada. Ini cuma nongol ilang, modusnya ada di seluruh Indonesia," kata Abdulrahman di kantornya, Selasa (23/8).

Abdulrahman mengatakan, pada 2009 dan 2012 pernah ditemukan juga beberapa biksu palsu yang beroperasi di berbagai wilayah di Indonesia dengan modus meminta sumbangan untuk bencana alam di Cina. Bedanya, kasus sekarang dengan tahun 2009 dan 2012, kata dia, pelaku dahulu membawa foto bencana alam untuk minta sumbangan.

"Sekarang murni minta-minta sebagai biksu dan mendatangi rumah-rumah warga," ucap Abdulrahman. Dia menambahkan, dua orang itu bahkan memakai modus berceramah dari rumah ke rumah. Mereka juga membawa kitab-kitab berbahasa Mandarin sambil memakai atribut biksu.

Menurut Abdulrahman, kedua biksu palsu tersebut bernama Hu Qiyan (57 tahun) dan Yao Xianhua (51). Untuk memastikan status kedua orang itu, petugas Imigrasi sampai meminta bantuan pihak Wihara Ekayana di Tanjung Duren, Jakarta Barat, yang dikenal pusat pengajaran agama Buddha.

Saat dipertemukan dengan pemuka Wihara Ekayana, dia melanjutkan, Hu dan Yao ternyata tak mampu memberikan bukti bahwa mereka benar seorang biksu. "Kitab-kitab ini di-/cross check/ semua, ditanya semua, secara fisik, secara moral, bahasa dia pun beda sekali," kata Abdulrahman.

Dia menyatakan, kasus itu terungkap ketika Yao ditangkap saat meminta-minta di kawasan Angke. Lucunya, kata dia, 'biksu' itu ditangkap saat beroperasi di Unit Layanan Paspor (ULP) Angke. Namun, ketika itu Yao sendirian ketika sedang meminta belas kasihan ke masyarakat.

Kemungkinan, Yao tidak tahu kalau tempat yang didatanginya itu merupakan kantor Imigrasi. "Yao Xianhua didapati saat mengemis di kantor ULP, saat itu kami memang sedang mengadakan razia rutin," ujar Abdulrahman.

Dia mengungkapkan, saat ditangkap tak ada perlawanan dari pelaku. Setelah diinterogasi, kemudian Yao menyebutkan kalau ia tak sendiri di Jakarta. Dari hasil penelusuran, petugas menangkap Hu, yang sehari-harinya menyamar sebagai biksu.

Abdulrahman menyebut, dua orang itu datang ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta dengan menggunakan visa kunjungan wisata. Sejak tiba di Jakarta pada 8 Agustus, keduanya menginap di salah satu hotel di kawasan Pintu Besar, Jakarta Barat.

Akibat perbuatan kedua orang tersebut, Hu dan Yao terancam mendekam di balik jeruji besi selama lima tahun dan denda maksimal Rp 500 juta. Dari hasil penggeledahan, Abdulrahman menyatakan, petugas menyita tiga setel baju biksu, tiga pasang sepatu biksu, satu tas biksu, gelang, dan kalung. "Disita juga mangkok kayu untuk meminta-minta dan buku berbahasa Mandarin yang selalu ditunjukkan kedua WNA saat meminta," ucapnya.

Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Imigrasi Jakarta Barat, Syamsul Sitorus, menjelaskan, berdasarkan keterangan pemuka agama dari Wihara Ekayana, seorang biksu sejati tidak diperkenankan keluar dari wihara untuk meminta-minta. Karena itu, kedua orang asal Cina itu jelas-jelas bukan seorang biksu. Dia menambahkan, petugas juga menyita uang sejumlah 9.120 Yuan, 280 dolar Hongkong, dan Rp 240 ribu dari kedua tersangka.

Bebas visa dikaji

Sementara itu, Kabag Humas dan Umum Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kemenkumham, Heru Santoso, menyatakan, pelaksanaan kebijakan bebas visa kunjungan ke Indonesia untuk 169 negara yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016, akan didalami lagi.

Kajian lanjutan itu dilakukan lantaran mempertimbangkan terjadinya berbagai pelanggaran oleh warga negara asing pascakeluarnya kebijakan tersebut. "Memang secara persentase, pelanggaran itu masih kecil. Namun, tetap saja namanya pelanggaran," ujar Heru.

Dia mengatakan, pelanggaran yang lazim ditemukan terkait kebijakan bebas visa dalah adanya penyalahgunaan izin tinggal di Indonesia. Dia merujuk kepada penangkapan dua biksu palsu peminta-minta asal Cina. Pihaknya ingin mengantisipasi itu agar tidak meluas dan menjadi masalah besar di kemudian hari. Ditjen Imigrasi pun meminta masyarakat untuk aktif memberikan laporan jika mencurigai gerak-gerik WNA di sekitarnya.

"Kami mohon agar segera dilaporkan karena Imigrasi sudah memiliki tim pengawasan orang asing yang berada di seluruh wilayah di Indonesia dan bekerja sama dengan BNN, Kejaksaan Agung, termasuk pemerintah daerah setempat," tutur Heru.   Oleh Muhyiddin/antara, ed: Erik Purnama Putra

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement