Senin 15 Aug 2016 14:00 WIB

Menyorot Rendahnya Serapan Anggaran DKI

Red:

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkritik kinerja Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait rendahnya serapan APBD DKI. Jokowi juga menyentil, anggaran Pemprov DKI yang ditaruh di bank daerah Rp 13,9 triliun per Juli 2016, merupakan yang tertinggi di daerah. Karena itu, Jokowi meminta dana simpanan itu dibelanjakan agar pembangunan bisa jalan.

Tidak hanya Jokowi, Plt Ketua DPD PDIP DKI Bambang DH juga mempertanyakan rendahnya serapan anggaran Pemprov DKI. Bambang menyebut, rendahnya serapan anggaran lantaran komunikasi kurang baik antara lembaga legislatif dan eksekutif.

Gubernur Ahok merespons tudingan itu dengan mengklaim program pembangunan yang diusung Pemprov DKI berjalan baik pada 2015. Pada tahun lalu, dari total APBD Rp 69,2 triliun, terserap mencapai 68 persen. Meski begitu, ia mengakui, pembayaran proyek yang masih berjalan membuat anggaran belum tersalurkan. Hal itu mengingat proyek baru mulai dikerjakan dan dana kas Pemprov DKI belum keluar.

"Sebetulnya dia (Bambang DH) lihat dulu, 2015 termasuk rendah gak? Paling tinggi semasa DKI, pembangunan kita paling baik, susun anggaran paling cepat gak? Paling baik!" kata Ahok di Balai Kota Jakarta pada pekan kemarin.

Ahok balik menuding ada oknum yang sengaja menyebar fitnah kepadanya yang tidak pernah mau berkomunikasi dengan DPRD DKI. Padahal, selama ini ia merasa selalu terbuka untuk hadir jika diundang oleh DPRD DKI. Dia menegaskan, jika diajak untuk "mengadali" anggaran saja, ia tentu bakal menghindari anggota dewan. Dia hanya ingin bertemu anggota dewan kalau membahas anggaran untuk kepentingan rakyat.

"Makanya, aku gak ngerti ada yang dianggap DPRD, misal ada oknum biang saya gak pernah komunikasi. Yang masalah kan kalau memang mesti sama-sama beli UPS, ya komunikasi gak ketemu kita, sorry saja," kata mantan politikus Partai Gerindra tersebut.

Sementara itu, anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Prabowo Soenirman mengatakan, kinerja Ahok tidak bagus-bagus amat selama menjadi gubernur DKI. Buktinya, kata dia, serapan anggaran Pemprov DKI tidak bagus, yang berefek pada tersendatnya pembangunan di Ibu Kota. "Ya, memang rendah (serapan APBD DKI), tapi Ahok hanya pencitraan juga biar seolah-olah dia bekerja," ujar Prabowo.

Menurut Prabowo, sampai saat ini penyerapan anggaran yang dilakukan Ahok hanya sekitar 37 persen. Artinya, lanjut dia, pencapaian target Pemprov DKI untuk menyerap APBD 2015 tidak akan tercapai. Dia pun mengingatkan agar Ahok lebih baik benar-benar bekerja untuk rakyat membangun kesejahteraan rakyat.

Kalau sampai penyerapan anggaran tetap rendah, kata dia, berarti memang benar kinerja Ahok hanya terlihat bagus di media, tapi pada kenyataannya tidak. "Pak Ahok buktikan dong, berapa kenaikan penyerapannya. Dari mana kenaikannya, sedangkan kita tahu penyerapan anggaran masih rendah, padahal ini baru Agustus," katanya menjelaskan.

Prabowo menegaskan, sejauh ini tidak hanya penyerapan anggaran DKI yang masih rendah, tapi pendapatan daerah juga rendah. Kondisi itu terjadi lantaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) juga kurang aktif dalam mempercepat program pembangunan.

Secara keuangan, kata dia, belum ada yang yang membuat pengusaha menaruh investasi di Ibu Kota. Kondisi itu berdampak pada kemakmuran rakyat yang seharusnya bisa lebih tinggi menjadi menurun.

"Yang pasti dampak rendahnya pendapatan juga berdampak pada pembangunan. Terbukti di SKPD-SKPD penyerapannya masih rendah, terutama untuk perumahan dan taman. Itu dampaknya karena pendapatan tidak tercapai, berdampak terhadap penerapan anggaran, itu sudah otomatis itu," ucap Prabowo.

Utamakan dana pengembang

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai, rendahnya serapan APBD DKI selama masa Ahok disebakan Ahok tidak mau menjalin hubungan baik antarlembaga dengan DPRD DKI. Selain itu, keengganan Ahok untuk bernegoisasi juga menjadi pemicu pembangunan di Ibu Kota tidak sesuai rencana. Pambagia mengatakan, hubungan eksekutif dan legislatif menjadi renggang setelah muncul kasus korupsi reklamasi yang melibatkan mantan anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI Sanusi.

Sanusi yang dijerat KPK, ternyata juga menyeret pimpinan DPRD DKI yang kerap dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hubungan buruk itu membuat kinerja eksekutif menjadi tak mulus dalam membelanjakan anggaran. "Menurut saya, pasti besar sisanya (sisa anggaran), karena orang gak dia pake kan? Kan dia males bernegosiasi sama DPRD," ujar Pambagio.

Jika demikian, lanjut dia, sebuah pemerintahan sudah menjadi tidak ideal lagi. Menurut Pambagio, idealnya sebuah pemerintahan itu harus menggunakan uang negara untuk kepentingan masyarakat. Sayangnya, sisa anggaran Pemprov DKI yang harus dapat dipakai untuk pembangunan, malah tidak terserap. "Ya, saran saya harus dipakai, itu kan APBD disetujui DPRD, ya harus dipakai untuk membangun."

Pambagio malah mengkritik Ahok yang lebih mengutamakan menggunakan dana retribusi dari pengembang swasta untuk pembangunan di Jakarta. Di sisi lain, anggaran milik berbagai dinas maupun suku dinas kurang tersalurkan dengan baik. Dia menyebut, kalau Ahok tidak membangun dengan memaksimalkan dana APBD tersebut, berarti telah menyalahi aturan karena pelayanan terhadap rakyat menjadi berkurang. "Dia (Ahok) bilang bisa kok, saya bisa langsung. Lalu, ngapain ada APBD? Menurut saya, itu secara aturan tidak benar," ucapnya.

Menurut Pambagio, meskipun secara pidana Ahok tidak mengantongi dana dari pengembang tersebut, lebih baik ia tetap membangun Jakarta dengan dana dari APBD. Itu lantaran APBD sudah dirancang untuk membangun setiap unit dalam dinas di bawah Pemprov DKI selama satu tahun. Karena, jika dana APBD masih banyak, tentu patut dipertanyakan komitmen Ahok dalam memberikan pelayanan terbaik kepada publik.

"Itu karena dia malas berhubungan dengan DPRD. Itu karena masalah korupsi itu, ya seharusnya diselesaikan lah. Kalau gak mau negosiasi, ngapain jadi gubernur?" kata Pambagio.    rep: Rizky Suryarandika, Muhyiddin, ed: Erik Purnama Putra

Fakta angka

APBD DKI 2013 Rp 50,1 triliun    Serapan 82 persen

APBD DKI 2014 Rp 72 triliun    Serapan 59 persen

APBD DKI 2015 Rp 69,28 triliun    Serapan 66 persen

APBD DKI 2016 Rp 67,1 triliun    Serapan 33 persen (hingga 29 Juli 2016)

*Kepemimpinan Ahok (2014-2016)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement