Rabu 27 Jul 2016 16:00 WIB

Agar Ular Berbisa tak Selalu Menjadi Ancaman

Red:

"Reptil itu mengerikan karena memang pikiran masyarakat sudah ditanamkan pemahaman seperti itu," ujar anggota komunitas edukasi dan pemerhati reptil Aspera, Edu Mantara Perkasa (26 tahun), kepada Republika, Senin (25/7).

Semenjak mengenal reptil saat duduk di bangku SMP, Edu tak menganggap jenis hewan tersebut sesuatu yang mengerikan atau ancaman. Terlebih, Edu memelihara sebanyak enam ular berbisa dan dua ular tak berbisa di rumahnya.

Edu menganggap, pada dasarnya, semua hewan sama, tidak hanya ular yang berbahaya. "Pada dasarnya, semua hewan sama, kalau diganggu ya nyerang untuk mempertahankan diri," tutur dia.

Namun, Edu punya anggapan yang berbeda mengenai ular, terutama mengenai mitos ular yang masih berkembang di masyarakat hingga kini. Bagi Edu, ular tak semengerikan cerita orang tua zaman dulu.

Sejak dulu, banyak yang beranggapan kalau digigit ular, pasti meninggal, ular takut garam, ular identik dengan sesuatu yang mistis, dan pemikiran negatif lainnya.Namun, Edu sama sekali tak melihat ular begitu mengerikan. Ia bahkan merasa menganggap ular sebagai teman.

Semenjak Edu mengenal ular, banyak yang bisa dipelajari dari hewan tersebut. "Ular tak semengerikan itu. Ular memang reptil liar yang paling dekat dengan manusia, tapi kasihannya, kalau manusia bertemu ular, pasti dibunuh,'' ungkap dia.

Fakta itu membuat Edu yang bukan sama sekali berlatar belakang biologi atau ahli reptil bergabung dengan Aspera. Edu mempunyai misi yang sama, meski hanya hobi memelihara reptil, dia juga ingin memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat soal ular dan reptil lainnya.

Edu tak merasa dekat dengan maut meski banyak peliharaan ular yang ia miliki, bahkan banyak dampak positif lainnya setelah bergabung dengan komunitas pemerhati reptil. "Banyak pencinta reptil yang juga akhirnya beternak ular langka sampai yang umum," jelasnya.

Bersama komunitas dan pencinta reptil lainnya, Edu ingin mengubah persepsi masyarakat mengenai ular. Salah satunya, soal penanganan saat tergigit ular berbisa dan bagaimana menangani jika bertemu ular di ligkungan dekat manusia dengan tidak membunuhnya.

Peran Edu sebagai pencinta reptil yang bisa mengedukasi masyarakat sejalan dengan dokter spesialis emergency yang konsen menangani pasien gigitan ular, Tri Maharani. Saat menjadi pembicara di Festival Amfibi Reptil Kita di Museum Zoologi Kebun Raya Bogor, Sabtu (23/7), Tri mengungkapkan dukungan dari banyak komunitas untuk mengedukasi soal reptil sangatlah penting.

Teri mengakui, masih banyak orang awam yang belum memiliki edukasi yang baik mengenai penanganan gigitan ular berbisa. "Sementara, di Kementerian Kesehatan belum ada program penanganan gigitan ular," kata Tri kepada Republika.

Justru, lanjut Tri, pedoman pelaksanaan penanganan gigitan ular berbisa ada pada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Tri menilai, hal tersebut sama sekali bukan kondisi yang tepat.

Tri berpendapat, pengetahuan bagaimana manusia menangani pertolongan pertama saat digigit ular berbisa belum maksimal. "Maka itu, sekarang kami gencar untuk sosialisasikan pengobatan yang benar untuk pasien digigit ular berbisa,'' ujarnya.

Tri ingin masyarakat sadar, jika penanganan saat digigit ular berbisa benar, hal tersebut bukan menjadi sesuatu yang mengerikan. "Seseorang dapat melakukan imobilisasi atau menghambat penyebaran bisa pada aliran darah dengan perban elastis yang direkatkan bersama papan sebagai penguat," jelas dia.

Penanganan gigitan ular, kata Tri, sudah tidak dianjurkan oleh badan PBB yang membawahi bidang kesehatan (WHO) sejak 2010 dengan mengeluarkan darahnya. Selain itu, penggunaan antibisa ular juga tidak dengan menyuntikkan di bokong karena tidak akan efektif jika tidak ada infusan terhadap korban dan harus dilakukan oleh dokter.

Sementara, peran banyaknya komunitas yang juga menjadi pemerhati reptil juga sangat membantu untuk pendataan kasus gigitan ular. Bagi Tri, data dari temuan setiap komunitas bisa membantu pemetaan ular apa saja yang ada di Indonesia agar Kementerian Kesehatan bisa memproduksi antibisa ular sesuai kebutuhan.    Oleh Rahayu Subekti, ed: Endro Yuwanto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement