Jumat 01 Jul 2016 17:16 WIB

Orang Tua Siswa Pertanyakan Sumbangan Pendidikan

Red:

TANGERANG SELATAN -- Sistem pendidikan di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang merupakan pemekaran wilayah dari Kabupaten Tangerang sejak 2008 dinilai masih dalam kondisi karut-marut. Salah satu faktanya adalah sekolah masih membebankan dana sumbangan pendidikan (DSP) pada orang tua siswa. Padahal, sudah jelas tertulis pada Peraturan Wali Kota (Perwal) Tangsel Nomor 61/2011 bahwa untuk sekolah dasar negeri (SDN) dibebaskan DSP-nya dan juga tidak dipungut SPP bulanan sama sekali.

Biaya operasional sekolah ditanggung dari dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan BOS APBD serta biaya DSP dibiayai dari APBD secara bertahap. Sementara, untuk SMP negeri, peserta didik tidak dipungut dana DSP. Namun, masih dipungut iuran SPP bulanan. Iuran SPP diatur maksimal Rp 100 ribu. Untuk SMA negeri dan SMK tidak dipungut dana DSP dan masih dipungut iuran SPP bulanan. Iuran SPP diatur maksimal Rp 200 ribu.

Salah satu orang tua calon siswa SMA negeri di Kota Tangsel, Daisy Dasuki, mengeluhkan masih adanya DSP tersebut. Bahkan, menurut dia, ada beberapa orang tua siswa yang dipatok jutaan rupiah, meskipun disebut sukarela.

''Waktu saya menuliskan Rp 300 ribu untuk dana sumbangan sukarela, petugasnya langsung berkomentar, 'Kok Rp 300 ribu, Bu?' Saya langsung menjawab bahwa saya hanya memiliki uang segitu. Ketika saya tanya ke orang lain, mereka bahkan dipatok minimal Rp 1 juta, bahkan sampai Rp 3 juta," ujarnya kepada Republika, Kamis (29/6).

Selain itu, Daisy juga mengaku tidak mendapatkan penjelasan mengenai pembayaran SPP bulanan sebesar Rp 200 ribu. Hal ini juga berlaku di SMA negeri lain di Kota Tangsel. Ketika dia menanyakan hal itu, petugasnya hanya menjawab karena saat ini kewenangan pendidikan berada di Pemerintah Provinsi Banten. Tentu, hal ini membuat Daisy dan para orang tua siswa lainnya curiga. Karena, menurut dia, tidak pernah ada informasi mengenai hal itu.

Padahal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan mulai menerapkan pengalihan urusan pemerintahan SMA/sederajat dari kabupaten/kota ke provinsi pada 2017. Hal itu berdasarkan UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.

Tidak hanya itu, sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Tangsel juga tidak berjalan mulus kemarin. Daisy mengaku, para orang tua murid kelabakan saat berlomba-lomba mendaftarkan anaknya ke SMA negeri. Hal itu karena sistem PPDB online yang sering mengalami trouble.  ''Trouble terus, kadang nama siswanya double sampai lima nomor, jadi urutan bawah-bawahnya tersisihkan. Padahal, kuotanya masih ada. Lalu, waktu pengumuman malah web-nya error tidak bisa dibuka, jadi bingung anak kami ini keterima di sekolah mana,'' katanya.

Daisy membandingkan dengan sistem PPDB online di Kota Tangsel dengan tahun lalu. Menurut dia, saat PPDB online tersebut server-nya dari Pustekkom PT Telkom semua baik-baik saja. Tapi, setelah tahun ini berganti server, menurut informasi yang dia dapatkan dari kerabatnya yang bekerja di PT Telkom, sistem PPDB-nya berantakan. "Ada yang iseng menanyakan ke Disdik, tapi jawaban dari Disdik tidak memuaskan. Seenaknya saja dia mengatakan kalau error bisa dibuka lagi pendaftarannya. Ya berarti mengulang dari awal lagi dong."

Pada saat pengumuman pun, web PPDB error tidak bisa dibuka. Padahal, para orang tua sudah waswas jika anaknya tidak diterima di SMA negeri. Padahal, pendaftaran sekolah lain juga akan segera ditutup. Di sisi lain, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangsel Mathodah hingga saat ini masih belum bisa dikonfirmasi mengenai hal tersebut. rep: Christal Liestia ed: Endro Yuwanto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement