Rabu 30 Mar 2016 20:04 WIB

Harap-Harap Cemas Menanti Underpass

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sebuah mobil Toyota Kijang Innova telah menunjukkan sinyal belok kiri. Melihat tanda-tanda pengerjaan proyek, si pengemudi mendadak tampak ragu. Ia buka kaca pintu mobil. "Nggak bisa, Pak. Nggak bisa. Lewat Walet sana, Pak. Sudah setahun lebih." Seorang tukang ojek di tepi jalan langsung memberi aba-aba tanpa diminta.

Masih tampak ragu, lelaki paruh baya di balik kemudi itu sempat melongok ke arah proyek lewat jendela kaca yang separo terbuka. Sejurus kemudian, mobil berwarna silver itu kembali melaju ke arah Cikarang.

Terhitung dua tahun berjalan, proyek underpass Tambun di samping Stasiun Kereta Api Tambun, Kabupaten Bekasi, belum kunjung rampung. Akibat ketidaktahuan, banyak pengguna jalan yang belok ke arah underpass.

Tukang ojek di depan Pasar Tambun mengatakan, setiap saat ada saja pengendara yang salah jalan. Maklum, lokasi proyek itu dulunya jalan utama yang menghubungkan Jalan Hasanuddin dengan perempatan Papan Mas.

Tidak tampak ada keterangan papan pengerjaan proyek atau rambu yang melarang belok di pertigaan menuju ke arah proyek tersebut. Hanya sekitar 10 menit Republika berdiri di lokasi pertigaan depan Pasar Tambun pada awal pekan ini, sudah ada tiga pengendara yang salah mengambil jalan.

Rasjan (35 tahun), salah satunya. Ia harus tersenyum menyeringai mengetahui dirinya salah jalan. Mengendarai sepeda motor bersama istri dan kedua anaknya, warga Jalan Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, itu bermaksud mengunjungi kerabat di Kampung CBL. Rasjan ingat, ia melewati jalan ini beberapa tahun silam. "Saya tidak tahu soalnya sudah bertahun-tahun yang lalu lewat sini," tuturnya sembari menahan terik matahari pukul 11.00.

Seorang tukang ojek, Anwar (42 tahun), mengatakan, dulunya ada rambu-rambu yang menunjukkan larangan pengendara belok ke lokasi proyek. Rambu itu bahkan dilengkapi peta jalan alternatif. Seiring waktu dan proses pengerjaan yang tak kunjung usai, rambu itu hilang entah ke mana.

Tapi, bagi warga Tambun, Kabupaten Bekasi, kondisinya tak sesederhana "salah belok". Membentang dari pertigaan Jalan Hasanuddin sampai perempatan Papan Mas, pengerjaan proyek underpass Tambun menimbulkan suka duka tersendiri. Mulai dari kemacetan, sulitnya akses jalan, sampai melemahnya perekonomian warga.

Proyek pembangunan underpass Tambun di Kabupaten Bekasi telah berlangsung hampir dua tahun terhitung sejak Agustus 2014. Pembangunan underpass ini merupakan program dari pemerintah pusat atas rekomendasi pemerintah daerah Kabupaten Bekasi. Selain untuk mengatasi kemacetan, bagian atas underpass rencananya akan digunakan untuk trayek double-double track (DDT) kereta rel listrik.

Selama perencanaan pembangunan underpass Tambun, Pemerintah Kabupaten Bekasi telah melakukan pembebasan lahan seluas 1,2 hektare dengan anggaran sekitar Rp 15 miliar dari APBD Kabupaten Bekasi 2014. Proyek jalan underpass itu telah mencapai tahap 50 persen rmpung berupa pembangunan fisik jalan kolong. Namun, akses jalan belum bisa dilalui kendaraan karena belum sempurna sepenuhnya.

Terhitung Mei 2015 silam, proyek ini mangkrak. Kementerian Perhubungan selaku penanggung jawab proyek, gagal melakukan lelang pengerjaan pada tahun lalu. Suara keluh kesah pun muncul di tengah masyarakat. Awal Maret 2016, tanda-tanda pengerjaan kembali tampak di lokasi.

Warga RT 01, RW 11 Desa Mekarsari, Tambun, Wahid (53), berharap kesulitan masyarakat selama setahun belakangan segera terlunasi dengan terwujudnya jalan underpass. Sembari menyantap gado-gado di ruang tamu rumahnya, Wahid mengenang, mangkraknya pembangunan underpass banyak berdampak bagi usaha masyarakat sekitar. Warga yang semula memanfaatkan keramaian Stasiun Tambun dengan berdagang atau membuka jasa penitipan sepeda motor terpaksa menutup usahanya. Penghasilan sontak berkurang drastis.

Wahid dan keluarga pun dulunya mempunyai usaha parkiran. Fasih ia bertutur, proyek underpass itu dimulai pada 12 Agustus 2014. Usahanya tidak serta merta tutup pada waktu itu juga. "Kami masih lanjut sampai bulan April 2015 lalu berhenti karena tidak ada yang masuk. Akhirnya tutup," tutur dia.

Apalagi, lanjut Wahid, bagian depan rumahnya terkena pembebasan lahan seluas 145 meter. Selain usahanya, sederet tempat parkir lain di samping rumahnya mengalami nasib serupa. Jalan itu kini buntu. Sebagian ada yang masih bertahan ala kadarnya. Hingga kini, Wahid mengaku belum mencari pekerjaan apa pun. Ia masih tinggal di sisa bangunan rumahnya yang tidak terkena pembebasan lahan.

"Sambil menunggu wilayah ini jadinya kayak apa. Lihat-lihat situasi entar usaha apa bagusnya. Kalau buka usaha sekarang percuma," ucap lelaki berwajah teduh itu.

Sebagian tetangga Wahid menunggu penyelesaian proyek sembari memulung besi bekas bangunan rumah-rumah penduduk yang dibongkar. Apabila dikerjakan dengan penuh keseriusan, Wahid yakin pembangunan underpass Tambun tidak akan menyita waktu berlarut-larut. Pembangunan gorong-gorong di bagian bawah yang berukuran 37x400 meter, menurutnya, selesai dalam waktu kurang lebih enam bulan satu pekan. Tepatnya, 19 Februari 2015.

Tanggal 22 Februari 2016 kemarin, beberapa unit alat berat mulai didatangkan. Sekitar 10 pekerja tampak melanjutkan pembuatan tiang pancang dan meratakan tanah untuk persiapan.

Wahid mendengar kabar, pengerjaan fisik akan dimulai pada April 2016. Ia berharap, pemerintah dapat menaruh keseriusan untuk segera menyelesaikan pembangunan dengan target waktu yang jelas.

Salah satu pengurus angkot jalur 16, Samid, menceritakan, selama pembangunan underpass memang ada suka dukanya. Jika proyek rampung, warga akan memiliki jalur KRL dan underpass. "Yang enak kalau sudah selesai ya kita-kita juga. Ya sudah terima aja. Memang begini adanya," kata Samid.

Kendati demikian, sepinya penumpang juga menyebabkan pengurangan armada yang beroperasi. Lelaki yang menjadi pengurus angkot semenjak tahun 1991 itu mengatakan, ada empat trayek yang melintasi lokasi pembangunan underpass. Keempatnya ialah trayek 16C, 16B arah Villa, 16B arah Graha Prima, dan 16 polos.

Dengan adanya proyek underpass, angkot 16 B dan 16 C hanya beroperasi sampai seberang rel. Angkot 16 polos beroperasi di seberang rel yang lain. Dulu, dua lokasi di seberang rel tidak dipisahkan. Lalu lintas kendaraan melintas di atas rel yang dilengkapi palang pintu kereta api. Samid pun tak tahu pasti kapan proyek itu akan rampung.

Tampak di lokasi, beberapa pekerja berhelm kuning sedang mengerjakan persiapan pekerjaan proyek. Di mess, hanya tampak dua petugas keamanan dan seorang mandor. Pak Totok, demikian warga memanggilnya, adalah mandor baru di lokasi pengerjaan itu. Kepada Republika, ia tak mau bercerita banyak. Ia mengaku tak mengetahui kapan target selesainya pengerjaan proyek.

Salah satu pedagang di lokasi, Bang Nana Kopral (44), berkeluh, omzetnya menurun drastis sejak matinya perekonomian warga di lokasi. Ia yang sejak 2003 berjualan di kios permanen, kini hanya menggunakan gerobak. "Dulu angkot-angkot dan sepeda motor banyak yang lewat sini. Sekarang paling orang lewat saja," kata Nana.

Jika dulu ada empat trayek angkot yang melintas di depan warung miliknya, kini hanya satu trayek 16 polos jurusan Tambun-Tambelang. Para tetangganya yang dulu berjualan sekarang banyak yang menganggur atau pindah. Perekonomian warga macet.

Nana berharap, proyek ini segera terealisasi. Ada target yang jelas dan disampaikan kepada warga. Sebab, tak hanya perekonomian warga yang terganggu, tapi juga arus lalu lintas. Pengendara sepeda motor atau mobil yang ingin ke seberang rel harus berputar. "Orang dulu jarak cukup ditempuh 15 menit, sekarang bisa 30 menit karena muter", kata lelaki itu.

Kebanyakan pekerja, baik yang ke arah kota maupun kawasan industri Cikarang industri, harus melalui rute jalan alternatif. Yang ke arah Bekasi diarahkan ke Indoporlen sedangkan yang ke arah Cikarang dialihkan ke SKU. Alhasil, ruas-ruas menjadi jalan alternatif pun mengalami kemacetan. Kemacetan terjadi khususnya pada saat jam-jam berangkat atau pulang kerja. "Kalau pagi dan sore macet parah dari arah kawasan MM Bekasi, Walet, dan Indoporlen," kata Bang Ali (32), yang tiap hari melintas di lokasi underpass.  c38 ed: Endro Yuwanto

Kewajiban Pemerintah Pusat

Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Wilayah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bekasi EY Taufik mengatakan, sesuai dengan MoU Pemerintah Daerah Kabupaten (Pemkab) Bekasi dengan Kementerian Perhubungan RI melalui Satuan Kerja Pembangunan Double Double Track (Satker DDT), pengerjaan proyek pembangunan underpass Tambun merupakan kewajiban pemerintah pusat.

Kewajiban pemerintah daerah hanya melakukan pembebasan lahan. Saat ini, pembebasan lahan seluas 1,2 hektare telah selesai dilakukan. Pengerjaan selanjutnya menjadi wewenang pemerintah pusat di kementerian melalui Satker DDT. Taufik pun mengaku sudah diperintahkan pimpinan untuk segera melayangkan surat, sekaligus mendatangi Satker DDT menanyakan terkait kapan proyek ini akan dimulai lagi pembangunannya.

Taufik menuturkan, pihaknya tidak menutup mata mendengar keluh kesah warga Tambun perihal proyek underpass yang sempat mangkrak tersebut. Akan tetapi, Pemkab Bekasi tidak bisa berbuat banyak karena pengerjaan proyek menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Menurutnya, Pemkab tidak bisa mengalokasikan pengerjaan karena akan bertentangan dengan MoU.

"Kewajiban Pemkab Bekasi sudah selesai hanya sampai pembebasan lahan, selanjutnya pembangunan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Kementerian Perhubungan," kata Taufik, kepada Republika, Senin (28/3).

Menurut Taufik, sebenarnya kontrak untuk pengerjaan kembali sudah dimulai sejak 10 Februari 2016. Namun, pembangunan terkendala lantaran adanya jaringan PT PLN yang belum bisa dibongkar.

Mengingat lokasi underpass tersebut dulunya pemukiman warga, jaringan PT PLN, PT Telkom, dan PDAM pun banyak berseliweran di lokasi. Hal itu turut memengaruhi tarik ulur proses pengerjaan underpass.

Taufik menuturkan, belum jelas kapan PT PLN akan mensterilkan jaringannya dari lokasi tersebut. Sebab, kata dia, PT PLN meminta kompensasi Rp 2,8 miliar sementara anggaran di pusat tidak ada alokasinya.

Hingga kini, pantauan di lokasi menunjukkan, pekerja masih melakukan tahapan-tahapan persiapan pengerjaan. Taufik mengaku tidak mendapatkan informasi pasti mengenai target penyelesaian proyek pembangunan underpass Tambun. "Saya kurang tahu berapa bulan kontraknya. Itu kan kerjaan pemerintah pusat dan saya tidak diberi tahu," kata Taufik menegaskan.   c38 ed: Endro Yuwanto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement